NYANYIAN ALUN
demikianlah alun demi alun
di laut keluasan
berduyun beruntun berkelanjutan
mengawali atau mengakhiri
atau sekedar mengalir
di libasan kepastian
mengusung rindu yang lalu
atau harapan yang tak kunjung tiba
dalam biru catatan
di lembar kertas
yang makin ungu
demikianlah alun demi alun
bernyanyi di kesenyapan
sendiri
mengisi sebagian kehidupan
dengan ketelanjangan dan keikhlasan
24 November
SAJAK UNTUK IBU
sembilan bulan itu entah apa kulakukan
mungkin cuma tidur dan mengeliat
atau sudah bisakah aku menangis barangkali?
tetapi apa yang menjadi alasan
bahwa aku tidak berbuat sesuatu
hingga saat kelahiran
aku juga tidak tahu apa-apa
hingga sekian tahun ke depan
tahun-tahun itu gelap dan sama sekali
tak terjangkau olehku
bahkan aku tak mampu mengenali wajahku sendiri
foto foto itu kaukatakan aku
tetapi aku dingin-dingin saja
karena sebenarnya
aku tidak mengerti apa-apa tentang diriku
hanya karena kau saja aku mempercayaimu
kemudian aku mulai dapat mengingat
dalam samar dalam bayang yang kabur
dan penuh tanda tanya
wajah yang membeku, orang-orang yang sedih
dan kau sendiri menangis didekatnya sambil mendekapku
siapa dia? kenapa kau menangis demikian tersedu?
berulang kali kau menyebut sebuah nama, juga namaku
dalam sebuah hubungan yang patah
tetapi aku juga tak tahu apa-apa
hingga suatu ketika kauceritakan dia ayahku
dan aku mengangguk
hanya mengangguk
tanpa rasa gembira
karena kau yang mengatakannya
sejak saat itu kuperoleh sebuah kepastian
untuk pertama kalinya aku mengerti kebenaran
aku lahir dari sebuah pasangan cinta kasih
cukup formal dan biasa saja
dan hanya karna sebuah kepastian saja
seolah kita istimewa, ya
bukankah itu seolah istimewa
sebuah rumah,
seorang ibu,
seorang anak
dan tanpa ayah?
rumah kita kecil
cukup mewakili pemiliknya
pertanyaan tidak harus panjang lebar
tidak harus jauh-jauh atau dalam-dalam
kemiskinan tidak kurang pertanyaan
dan jawabannya tidak perlu impor
sepertinya seolah istimewa
padahal sederhana saja
kau terlahir sebagai anak tunggal kakekku
dan ayah pun tanpa saudara
hanya satu yang menurutku kekayaan:
kau mewariskan keikhlasan
kau tahu bukan?
aku tidak sakit saat teman-temanku memakan jajan
aku bisa tenang dan cukup senang
dalam banyak kekecewaan
yang secara nyata memang tidak mungkin kuperoleh
aku cukup mampu mengarahkan pikiran dan harapanku
kepada hal-hal yang secara nyata belum dapat ku lihat hasilnya
sungguh itu membuatku segar walau nanti dikecewakan lagi
aku berangsur menjadi tidak pengecut dan penakut
bahkan rasanya semakin sedia saja
walau untuk apa pun
dan terakhir
adalah saat aku harus dapat merelakanmu
pergilah dengan tenang
sebab di samping pasti
aku tak mau ikut kau sekarang
kau pun ingin aku jadi seorang laki-laki, bukan?
24 November 2009
KALIMAT AKTIV DAN PASIV
Sejak sekolah dasar dulu
guruku suka memberi contoh
membuat kalimat aktiv
Ali memukul anjing
dengan pasivnya
anjing dipukul Ali
tanpa penjelasan memadai
mengapa anjing mesti dipukuli
lepas dari konotasi negativ
anjing sebagai gambaran jahat di masyarakat
aku dan teman-temanku
segera saja suka memukul anjing tetangga
meski tahu anjing itu ada harganya
dan sengaja dibeli sebagai penjaga
serta tak pernah mencuri ikan atau berbuat kesalahan
hingga karnanya pantas menerima pukulan
kadang-kadang aku berfikir
seandainya pasiv dari kalimat tersebut bisa berbunyi
anjing memukul Ali
maka pasti
hal itu
akan tidak mungkin dan lucu
tidak mungkin
karna jelas melanggar konvensi
sedang lucunya
anjing...kan tidak punya tangan untk memukul?
menggigit memang bisa
kalau digoda
tapi kan bukan kalimat aktiv?
kenyataan yang sering kita jumpai adalah
anjing atau lainnya dipukul
justru bukan dari segi aktivnya melainkan
dari segi pasivnya
pada hal jelas
tak mungkin membuat pasiv dari kalimat aktiv di atas
hanya dengan membalikkannya begitu saja
tanpa menetapkan pelaku dan sasarannya
paling-paling
yang mungkin bisa terjadi
dan bisa diterima di kalangan para ahli bahasa
adalah
anjing menggigit Ali
tapi
apakah itu bukan tragedi yang menyedihkan sekali
pasti
hal itu jangan sampai terjadi
lagi pula kan kasihan Ali
ia bisa sakit hati amat sekali
hingga
anjing bisa dibunuh hingga mati sama sekali
akan tetapi
sebaiknya memang
tak usah saja membuat kalimat aktiv
yang seperti itu bunyinya
biar saja pasivnya
tetap berbunyi seperti sediakala
jangan bikin jendela baru
dari pintu yang telah dipaku
jangan ciptakan kekeliruan-kekeliruan
kian bermacam-macam
jangan sentuh kerawanan-kerawanan
kian menggelikan
jangan ungkapkan kebenaran-kebenaran
kian menyakitkan
itu rawan
itu belati di hati
rawan
ya Tuhan pencipta langit dan bumi
bukankah dulu kami
Kauberi tulang rawan
supaya persendian bisa enak digerakkan?
ampunkan kami yang mudah rawan
bantulah kami
menuju
kedewasaan
HILANG
hilang tanah
hilang akanr
hilang pohon
sebuah hutan yang hilang
hilang wujud
hilang bayangan
hilang pesona
dunia yang hilang
hilang kata
hilang makna
hilang gagasan
dunia yang diciptakan
gagasan yang hilang
hilang
terhilang
menghilang
dihilangkan
ke mana hilang ditemukan?
ditemukan hilang
masa depan
sebuah dunia
yang diciptakan gagasan
hewan-hewan hutan
yang hilang
AIR DARI SEBUAH CAWAN
mari
mari minum segala
yang karnanya kita mengusung air mata
meski
selamanya
tak akan ada henti-hentinya mendera kita
mari
dan jangan lagi berkata pahit
jangan pula
tertumpah di tanah basah
hingga rengat-rengat mengekalkan dukanya
mari
mari minum segala
yang karnanya
kita terbatuk-batuk hingga tua
dan jangan lagi benci
untuk tak berkata
itu tidak adil
karna kita
tak pernah sempurna mengerti segala
karna itu
mari
dan jangan lagi tawar hati
kita minum air
kita minum luka
kita minum cawan
dari darah dan bilur-bilur-Nya
yang sempurna
kita minum pohon-pohon celaka
hutan-hutan khianat
dan semak-semak benci
kita minum dosa
kita minum murka
kita minum segala
dan jangan lagi tak malu
untuk berkata
kamilah yang berhak atas kalian
karna
kita sendiri hamba yang kelewat nista
dari seorang Tuan Yang Maha Adil dan Bijaksana
KALI CODE
(in memoriam Rama Mangun)
engkau tahu
di antara riak sunyi dan gelegak risau
yang menggebalau itu
kelak akan mengepak sayap-sayap merpati
dan menelorkan mimpi-mimpi putihmu
engkau pun tahu
bahwa di antara sampah-sampah busuk
yang berpautan rekat
pada akar-akar pohon kesepian itu
kelak akan meneteskan embun bening
penyegar pagi kehidupan
ya, Rama
aku pernah mendengarnya
bukan hari ini
tetapi esok nanti
ketika matahari
tak lagi hanya terik
saat bulan
tak lagi hanya teman malam
berselubung hitam di tengah pesta posa kegelapan
di saat semua
akan terbuka di wajah langit yang sempurna
di saat gemuruh dusta
dan gelombang kepura-puraan
tak lagi ada sengatnya
tersibak halaman demi halaman
kata demi kata
meluncur dengan wibawa dan bahasa yang sempurna
bukankah
burung-burung mungil itu adalah esok
yang telah kaulahirkan kembali
dari malam-malamnya yang sunyi?
Air kali masih mengalir,
Rama
mesti sendiri
dan teramat sangat sunyi
Engkau di sana
aku di sini
di tepian sunyi khusukmu
berlelehan cintamu
mengunjungi kehidupan
dalam cahaya putih keabadian
PENGAIL
moyangku seorang pengail
ayahku meniru jejak moyangku
dan aku pun suka mengail
di perbatasan desaku yang terpencil
ikannya kecil-kecil
saudaraku juga suka mengail
mereka mengail di mana suka
di Sumatera, Kalimantan,Bali dan lain-lain
dan yang hingga kini masih gencar dikaili adalah
Maluku, Sulawesi, dan Irja
tapi
timtim tidak lagi
kini sudah jadi Lorosae
alias Timor Leste
LENGKING SUNYI KEMARAU
rumput-rumput kering
daun-daun menguning
lengking sunyi kemarau
menikam tanahku dengan suara parau
kembali terserak
citra bumi yang retak
ranting-ranting patah
berebut nyenyak
sedang hujanku
adalah air mata pahit
yang semakin membuatnya sakit
kemarau
entah berapa hujan
mesti diserahterimakan rela
jika kata-kata
tak lagi membahasakan
kehidupan semesta
DI PENGHUJUNG DUA SATU
gerimis dingin
di lorong itu
menghitung satu-satu
suara gemeletuk sepatu
dalam gugusan waktu
rangkaian hidup beradu batu
membentang jarak
antara kefanaan dan kekekalan
angan-angan dan masa depan
menyusup
gema yang bisu
warna yang kelabu
nada yang sendu
namun langkah
tetap terayun
meski gerimis kian melantun
dan
jejak pun berlalu
satu demi satu
di acara
dan
kebisingan
suara-suara
gemeletuk sepatu
RAMALAN CUACA
DI BEBERAPA KOTA BESAR DUNIA
(suplement TVRI di masa lalu)
London cerah
dengan suhu udara cukup
dan desau angin semayup
Paris dan Amsterdam berawan
Sedangkan Tel Aviv dan Ramalah gerah
tapi
Moskow, Peking, Pyongyang
biasa-biasa saja
artinya
suhu udara dan arah angin sama
sedangkan
Geneva,Hongkong dan Las Vegas
Suhu dan arah angin
Bergantung besar kecilnya taruhan
Kairo
lebih-lebih Arab Saudi
sangat cerah
dengan sumber devisa
yang tak tersaingi
sedangkan
New York dan Washington
berkabut tebal
Bagdad, Teheran, Kabul dan Karachi
tak pasti
hujan dan terik
sering terjadi secara mendadak
di luar jangkauan
pesawat detector iklim dan cuaca
sedangkan Darwin
terkejut berat dengan kabut kiriman
yang memaksanya meningkatkan kewaspadaan
tetapi
Tokyo cerah
dan
Kuala Lumpur makmur
terlebih
Bandar Seri Begawan
dan
Bangkok nampak cerah
dengan cahaya matahari paginya
sedangkan Jakarta?
duh
Jakarta tak terbaca
listrik sialan
tiba-tiba saja padam
sebelum Pemberita sempat berkata apa-apa
dan sebab itu
gelap tiviku gelap rumahku
...........
MENARA 2
JALAN LENGANG
jalan ini
kenapa lengang begini
bersimpang-simpang jiwamu
berlalu-lalang
tak pulang-pulang
adakah
karna sempit
cuma batuan dan duri
maka
engkau pun
berpaling menyembunyi
tak sekarang
hidup ini kau nikmati
juga
jalan ini terlampau meletihkan
bagimu alamat
terlampau jauh kau dapat
sedangkan di sini
aku berjalan seorang diri
menyusur jejak-MU
yang diguyur hujan dan panas
tiap hari
SAJAK ORANG-ORANG SEMBUNYI
Orang-orang
mengubah jalan
dan
mencipta arahnya sendiri
telah dikuburnya alamat yang satu
demi gema segala yang tubuh
dijualnya hidup menyeteru
dalam pesta raya mengubur jejak
wajah-wajah putih bedak
berkelebatan
kelelawar membelah semak-semak
membentuk tanah retak
pada kabut napsu
beratap gelas-gelas beracun
serba gelap-gelap itu juga
orang-orang menggalang istananya
namun
jejaknya yang senantiasa haus
meneteskan liur lalat
dan
bau busuk bangkai
menyeruak dari bibir nuraninya
yang penuh sindat
sajak ini
pun kutulis dalam kesilauan
nyaris buta sepenuhnya
hanya oleh sinarNYA
membuka kelopak hati
kukenali bayang-bayang mereka sembunyi
berpapasan denganku
di jalan ini
bak kelelawar melintasi matahari
TONGKAT
tiba-tiba
engkau datang
selagi aku memangku anak istri
lenganmu
menjinjing sekeranjang mimpi
dalam nafas aneh
berbau minyak wangi
kau tanyakan padaku
seperti bisik angin
di mana
harus kutaburkan bunga
untuk makam seorang bekas penyair?
kutunjukkan padamu
sebuah tongkat
kukatakan pula bahwa
sudut itu adalah
tempat pilihannya selamat
tapi
kau tak sependapat
katamu
bukan di situ
kubur yang tepat
lalu
kataku
jika itulah maumu
tabur saja bungamu ke udara
barangkali
angin akan membawa ke alamatnya
tapi
kau pun menolaknya
bukan
bukan di sana
di sinilah tempatnya
di tanah pijak
yang tak mungkin dielak nurani
aku terharu
kupandangi tongkat
tersandar membeku
mungkinkah akan tumbuh semimu?
bertahun
menyudut sunyi kamarku
hanya serentetan bunyi yang jauh
membisik sebentar
dan
tangis anakku pun
membuatnya pudar
SERAUT WAJAH PENUH LUKA
seraut wajah
menikam dada
penuh goresan luka
dan sisa nanar tak terbaca
wajah siapakah ini
terbius sihir tivi
dimakan promosi-promosi?
lewat pancaran bulan
wajah itu kesepian
ada serbuk besi
dan
pecahan-pecahan kaca
ada bekas kemabokan
dan
sidik jari pemerkosaan
o
wajah itu sayu
beku
tanpa bahasa itu
kering
tanpa air susu
wajah itu
tak ada yang mau mengaku
atau
inikah
wajah anak-anakmu?
=============
SEBUAH KATA HILANG
sebuah kata hilang
ataukah
menjilma seorang anak manis?
tetapi
sejak kapan
terkunci kekosongan itu?
begitu mendadak
sunyinya memaku hasratku
pernahkah
melintas di benakmu
seseorang
akan bertanya-tanya sendirian
setelah berkali
mengetuk daun pintu
lalu
ditinggalkannya impian
sebelum
kemudian beringsut pergi
mungkin
esok akan terbuka kunci
dan
terulang kembali
acara minum kopi
sebuah kata hilang
dan
kudengar berita sumbang
di bulan januari
badai apa gerangan mengguncang
aku masih menggigil
di ruang tunggu rs elizabeth semarang
saat desau angin itu
menghamburkan bulu-bulu hitam
aku memungutnya
sebagai penawar sepi malam
lalu
handry dalam kepadatan acara
masih saja bicara dengan kelembutannya
tak apa
hanya desiran angin biasa
wahai
benarkah hanya sebuah desiran angin biasa?
kucari sebuah kata yang hilang
di bulustalan
namun sepi
daun pintu pun terkunci
atau
benarkah kini
telah menjilma
seorang mungil yang manis?
ayolah kawan
puisi-puisi berdesingan
di mana penamu
di mana pelurumu
atau
sebagai singa tua
hilang semangat menjelajah rimba?
sebuah kata hilang
kucari
di bulustalan
namun
sunyi lengang
dan
kau pun hilang
tersihir manis sarang
SISA HUJAN
akan bergema
di relung hatimu
saat-saat
yang melantun sendu itu
seolah
irama mencari lagu
pada ruang waktu
pernah bertemu
akan bergema
seirama tetes di beranda
menayang warna duka
di ruang silam
yang
tak putus merindu
bayang rembulan
dan
meski kan terkecoh
di langit kelam
akan
masih terus berjaga
sampai lama
meski
tetes-tets
tlah hilang suara
============
MATAHARI TELAH SILAM
tak terbilang lagi
betapa
rumput-rumput
telah melipat daun-daunnya
yang kering
tak juga akan terkenang
letih perjalanan sehari
yang kencang angin
tak pernah terhapuskan
sepi
yang dalam
semboja tua
telah menutup usia
sejak digugurkannya daun
yang penghabisan
di ujung angin itu
tinggallah tatap
yang sia-sia
di batas senja
mulai terseduh
luka membaka
yang tertinggal
siapa melewatinya?
matahari telah silam
di beranda
adakah
kita lewat di jalan-Nya?
=============
PADA SEBUAH SIMPANG
mobil-mobil
berlarian entah ke mana
di simpang itu
seolah
semua harus berkata
cukuplah sampai di sini
tapi
mulut demikian katup
di situ
terbaca dalam huruf-huruf tua
perjalanan anak-anak adam
yang tak lagi seputih leluhurnya
mencari dan menyua
bayang-bayang kelam
dari dunia kebimbangan
hentikan
hentikanlah di sini
bisik seseorang
seperti hembusan angin
bercampur deru mesin
dan
cericit roda
di atas aspal hitam
mengusik keheningan
sebuah kolam
plung
menyebar ke tepian
mengulur rasa panjang-panjang
menyelam fikir dalam-dalam
betapa
perjalanan
telah berlalu
cukup jauh
ke alamat-Nya
==============
SAJAK SEUSAI HUJAN
ada luka
di pelupuk mata
tersembunyi
di balik senyum tipismu
ada jendela
terbuka untuk segala
menayangkan warna duka
ke langit biru yang terbuka
kenanglah
pada masanya kan tiba
waktu tak terduga
dan
esok menjemputmu
bersama kicau burung
di udara
berikan air matamu
semampu tangismu
sungai yang keruh
ke laut jua arahnya
KESAKSIAN RUMPUT
tanah menangis
jauh dari firdous
dari mimpi keringat dan humus
menelantarkan putih melati
yang
tumbuh tandus
tanah penuh darah
menyimpan luka-luka membusuk
baunya menguap ke langit
mencipta kabut hitam
di jalan-jalan tak berlampu
Tuhan
aku merekamnya
di kesunyian hari-hari
tanpa mawar tanpa melati
sungguh
telah sehitam ini tanah
dicemari
racun limbah
dunia materi
KUK
kuk
adalah warisan
sejak
bagimu tergelar kehidupan
kuk
adalah cermin pecah-belah
yang
mengekormu ke segala arah laksana
bagian tak terpisah
kuk
yang mengental
tak tau lagi akan sengal
menjadikan
dirimu makin kenal
SAJAK UNTUK ANAK
kamu lahir
saat ketertiban menjadi semacam jaksa
anakku
ayah sendiri tak tahu
keadaan akan berubah secepat itu
maka kudidik kau
sebagaimana dulu
ayah dididik seperti itu
tak boleh ini tak boleh itu
termasuk tak boleh tahu
mengapa harus begitu
satu-satunya yang boleh
yaitu yang diharuskan dilakukan adalah
meniru
ya
meniru
dan
ayah seratus nilainya
untuk hal-hal seperti itu
saat itu
semua orang
memang harus bisa seperti ayahmu
artinya
harus bisa bernilai seratus
dalam hal meniru
sebab
nilai lima puluh
sama artinya dengan tidak setia
dan itu sangat berbahaya
anakku
ijazah bisa tak laku
di jalan raya
terantuk batu
kerjaan tetap bisa lenedap
dan
yang lebih mengerikan lagi adalah
ah, sudahlah
anakku
asal engkau tahu saja
hal itu sangat berbahaya
di jaman ayahmu
jadi
itulah sebabnya
kenapa dulu
ayah mendidikmu
seperti dulu ayah juga dididik seperti itu
maka janganlah terburu-buru
menuduh ayah tak jujur mendidikmu
karna
di samping jamannya memang begitu
ayah sendiri juga tak ingin
engkau sengsara
hanya karna tak pandai dalam hal meniru
lalu
kalau kini keadaan telah berubah
mungkin itu mujizat atau berkat bagimu
seperti ayah diam-diam juga berharap begitu
perubahan
yang tak sekedar beda dengan yang dulu
melainkan
yang benar-benar mampu mengangkat
derajat hidup ini
setingkat lebih maju
di mana manusia
tak lagi diperhamba
oleh aturan ini itu
terlebih
tak jadi korban
dari aturan-aturan
yang memang tidak perlu
manusia
anakku
memang harus menjadi kunci
dari segala-galanya
karna
sekali hal itu dilupa
maka sia-sialah perubahan
betapapun baiknya
terlebih lagi karna
kamu bangsa Indonesia
yang satu kata saja
sudah punya makna berbeda-beda
nah
anakku tercinta
jika benar
di jaman yang telah berubah ini untungmu ada
pesanku jangan sampai engkau lupa
Indonesia jangan kaubalik untuk manusia
sungguh
itu sangat berbahaya
di samping pasti
akan dikutuk yang Maha Kuasa
mengapa
karna sejak semula
manusia tidak dicipta
untuk menjadi korban siapa saja
termasuk oleh
ambisi-ambisinya
betapapun tinggi harus kita hargai
Indonesia
tak luput dari sebuah pengertian
bernama ambisi
yang jika tak kita waspadai
akan bisa mengubur
Indonesia dari hak hidupnya yang azasi
sebab itu
bersihkanlah Indonesia
dari ambisi-ambisi
dan serentak dengan itu pula
bukalah mata hati
agar tak salah lagi
kau mengenali
negeri indah bak taman seribu bidadari ini
anakku yang bijak cendekia
betapa bangga ayah punya putera
berapa pulau
kau hitung di Nusantara
berapa suku tinggal dan berbahagia di dalamnya
berapa adat
bahasa dan budaya
serta agama yang dianutnya
adakah
tempat lain di bumi ini
sekaya negeri tercinta ini
anakku yang berhati mulia
ayah tanya padamu
saat geger terjadi di mana-mana
engkau sendiri di mana dan sedang apa
masih kau ingat pesan ayah bukan
tekun belajar
beribadah dengan benar
rendah hati
jujur
sopan
tak gentar hadapi tantangan
tegar dalam mengejar cita-cita
ya ya
ayah percaya
konsentrasimu tak akan mudah goyah
oleh suara dan rupa apa saja
ayah juga percaya
kau tak akan gampang
diajak ke mana-mana
apa lagi yang tak kau tahu tujuannya
o ya
anakku yang saleh beragama
syukurlah
kau telah tahu juga
bahwa agama itu laksana sebuah pusaka
yang tak perlu ditunjuk-tunjukkan
wujud lahirnya
supaya
tak hilang tuahnya
juga
tak membuat orang lain tak sejahtera
sungguh
betapa bangga
ayah melihatmu telah dewasa
ayah berdoa
agar selamanya
hal itu dapat kau jaga
terutama
agar tak seperti Kebo Ijo
yang akhirnya
tertikam juga oleh pusaka pinjamannya
anakku yang cinta bangsa
ayah juga bangga
kau punya jiwa seni dan rasa estetika
itu akan perdalam
penyelaman iman agamamu
di samping
memperhalus rasa kemanusiaan
sebagai ciptaan mulia
jika kau dapat mencapainya
mata dunia
tak akan berhenti berkedip
ke Indonesia
ayah juga senang kau suka berolah raga
itu tandanya kau tahu kesehatan harus dijaga
memang
perlu juga jadi juara
tapi tujuan berolah raga masih banyak lagi lainnya
wah wah
tahu juga filsafat rupanya
itu bagus juga
anakku yang sungguh-sungguh membuat bangga
betapa ingin ayah dekat denganmu senantiasa
berbagi rasa
berbagi cita-cita
terutama
berbagi gagasan
tentang Indonesia tercinta
walau kadang
terpaksa ayah tersenyum ganda
kau tahu mengapa?
pertama
karna
betapa pun lucu
engkau anakku adanya
kedua
karna
sebenarnya ayah kawatir
jangan-jangan
kau hanya akan menjadi seorang idealis
yang mudah terjebak puas
hanya oleh mimpi-mimpi belaka
tapi tak apa
karna justru yang sepertimu itulah
yang punya alasan
berdiri tegak di alam nyata
ya
jangan malu kalau dihina
selain itu
anakku
betapa ingin
ayah memilikimu
tapi
ayah sadar
tak mungkin itu
anak-anak
adalah milik Sang Maha
ia ada padamu
tapi bukan milikmu
kata Gibran yang kesohor itu
dan ayah pun tahu
kau
adalah milikmu sendiri
milik Pencipta hidupmu
milik bangsamu
karna itu
pergilah anakku
dia menunggumu
rindu pengabdianmu
jangan takut
majulah
maju
doa ayah menyertaimu
berjuanglah
untuk yang satu itu
utamakan di atas segala kecintaan pribadimu
dan jangan lupa
jaga baik-baik pusaka pinjamanmu
jangan seperti Kebo Ijo yang bodoh itu
kelak
jika ada senggangmu
jenguklah ayah
di tempat lahirmu
nyanyikan Desaku yang Permai
sebelum kau ketuk pintu
agar tak lupa
ayah mengenalimu
oooo000oooo
LANGIT BIRU DI FAJAR BARU
bila tiba waktunya
berarak alun ke tepi
pelepah-pelepah nyiur
di pantai itu
bernyanyi tentang sepi
dan
di tiang-tiang perhentian
bertengger letih
burung-burung galau
berhitung bulu-bulu
dengan
usia dan sisa tenaga
seolah berkisah
tentang
sederetan awan
di kejayaan silam
usah
berdebar untuk esok
dengan
hati sendiri
kapal-kapal dari seberang
akan datang dengan berita lain
tentang
fajar hari
langit biru
awan-awan putih
atau
ombak
laut
dan
keluasan
yang
senantiasa terbuka
untuk
segala
di sana
sebuah sampan
dengan
layar terkembang
tantang rintang dan juang
siap laju
ke
pulau baru
dengan
cahaya yang sama
karna
selama detak masih ada
dan
nafas hidup tersedia
tak ada akhir
tak ada batas
buat
kreativitas
dan
pengabdian kehidupan
KALIMAT AKTIP DAN PASIP
sejak sekolah dasar dulu
guruku suka memberi contoh
membuat kalimat aktip
ali memukul anjing
dengan pasipnya
anjing dipukul ali
tanpa penjelasan memadai
mengapa anjing mesti dipukuli
lepas dari konotasi negatip
anjing sebagai gambaran jahat di masyarakat
aku dan teman-temanku segera saja
suka memukul anjing tetangga
meski tahu anjing ada harganya
dan sengaja dibeli sebagai penjaga
serta tak pernah mencuri ikan
atau berbuat kesalahan hingga
karnanya pantas mendapat pukulan
kadang-kadang aku berpikir seandainya
pasip dari kalimat tersebut bisa berbunyi
anjing memukul ali
pasti
itu tidak mungkin
dan
lucu
tidak mungkin karna jelas melanggar konvensi
sedang lucunya
anjing kan tak punya tangan untuk memukul?
menggigit memang bisa
kalau digoda
tapi kan bukan kalimat aktip?
(kenyataan sering kita jumpai
anjing dipukul justru
bukan dalam kalimat aktipnya
melainkan dalam kalimat pasipnya)
pada hal jelas
tak mungkin membuat kalimat pasip dari
ali memukul anjing
hanya dengan membalikkannya begitu saja
tanpa menetapkan lebih dulu
pelaku dan sasarannya
paling-paling
yang mungkin bisa terjadi
dan bisa diterima di kalangan para ahli bahasa
sehubungan dengan hal itu
adalah
anjing menggigit ali
tapi
apakah hal itu bukan sebuah tragedi
apa lagi di jaman yang bingung ini?
pasti
itu jangan sampai terjadi
sebab
kasihan ali
ia pasti akan sakit hati
hingga anjing bisa dibunuh hingga mati
tapi sebaiknya memang tak usahlah
membuat kalimat seperti itu bunyinya
biar saja pasipnya tetap berbunyi
seperti sediakala
jangan buat jendela baru
dari sebuah pintu yang telah dipaku
jangan buat kesalahan-kesalahan
kian berkian
jangan sentuh kerawanan-kerawanan
memalukan
jangan ungkap kerawanan-kerawanan
menyakitkan
jangan
itu masalah rawan
itu belati tajam
di hati rawan
ya Tuhan
bukankah dulu
Kauberi kami tulang rawan
agar persendian bisa enak digerakkan?
ampunkan kami
yang mudah rawan
bantulah kami
menuju kedewasaan
--------
TENTANG SEJARAH ATAU RUMAH
jika sejarah adalah
sejarah perjuanganmu
untukmu
kusediakan sebidang tanah
dan
dengan suka rela
kudirikan di sana
dua batang tiang rumah kita
jika sejarah adalah
sejarah keinginanmu
untukmu
kusediakan sebidang dada
dan
dengan suka rela
kudirikan di sana
dua batang tiang rumah kita
jika sejarah adalah
sejarah perjuangan keinginanmu
untukmu cukuplah sudah
sebidang tanah
sebidang dada
dan
empat batang tiang
namun
rumah kita kosong
tanpa alas atap dan dinding
hingga baik kamu maupun aku
tak bisa tinggal di dalamnya
lain kali
marilah kita buat rumah yang lengkap
hingga kita dapat tinggal bersama
dan
biarkan orang lain membuat sejarahnya
hingga
anak cucu dapat mewarisinya dengan bangga
Oooooo00ooooo0
TENTANG KAMU DAN AKU
kita jauh
dan jenis kelamin kita pun beda
bahkan dari berbagai segi
kita tidak sama
dan tak akan pernah sama
kamu jenis tertentu dari
cara penggolongan tertentu
kamu obyek tertentu dari
subyek tertentu
dan
engkau adalah engkau
menurut mereka
aku juga mengenalmu
bukan
bukan mengenalmu
tapi sekadar tahu tentang kamu
bukan karna sebelumnya kita
pernah bertemu
bersahabat
dan saling mengenal
tidak
aku tak pernah tahu tentang kamu
sebagaimana kamu oleh dirimu
jadi maafkan
jika nanti
terbukti aku keliru mengenai kamu
walau aku sangat bisa keliru
dalam banyak hal termasuk
mengenai satu hal tentang kamu
namun dalam hal ini aku tak bermaksud
menambah daftar kekeliruan tentang kamu
seperti yang selama ini kau tahu sendiri
bagaikan perlombaan
begitu membudaya
bahkan begitu religiusnya apa saja
hingga seolah-olah
Tuhan dan agama adalah alat resmi
untuk membedabedakan apa saja
walau begitu
meski kita memang beda dalam segala
dan tak akan pernah sama dalam apa saja
aku minta kepadamu
kita bisa sama
sebagai manusia
itu saja
-----------
aku mau
aku mau
bukan apa yang kamu mau
tentang Dia
tapi
apa yang Dia mau
tentang kamu
aku mau
bukan apa yang kamu katakan
tentang Dia
tapi
apa yang Dia katakan
tentang kamu
aku mau
dengan sejujurnya kamu berkata
tentang Dia
bukan sebagai Dia yang kamu mau
atau kamu katakan
supaya aku tidak serta merta
menduga bahwa
kamu seorang pendusta
karna
dalam segenap kebebalan dan kebodohanku
aku mau
siapa pun kamu
dari mana pun asalmu
hitam kuning coklat atau putih kulitmu
menyembah dan menaatiNya
menghayati dan mengajarkannya
bukan seperti apa yang kamu mau
tapi seperti apa
yang Dia mau
kita lakukan dengan ketulusan
karna
betapa luas dan dalamnya Dia
betapa agung dan mulianya Dia
siapa dapat merangkumNya
siapa dapat menyentuhNya
siapa dapat mengenalNya
apa arti kehadiranmu di hadapanNya
siapa kamu
sebegitu berartinyakah kamu
hingga Dia memerlukanmu
hai kamu debu
kembalilah ke asalmu
hayatilah keberadaanmu
dan jangan lagi bermimpi
membuali insan milikNya yang berakal budi
karna Dia memang bukan kamu
bukan hasil terbaik gagasanmu
Dia adalah Dia
Pemilik segala kuasa
tak pernah dapat kau raba dan kau duga
Dia adalah Dia
Pemilik segala
AIUEO
terlalu baju si pongah bermain
dadu merah darah si marah di kepala
batu si dungu bak lenting pertama
hujan berlagu
di kelebatan hutan memburu
lidah kelu si bisu beramai-ramai
si murai bersiul punai
membantai si lunglai mengajar kelakar
si pendekar mengaum gigi besi si benci
berpijar di mulut buaya si singa
mencium bau sorga si dusta mengekor angin
kemarin lupa bersikat gigi pula lupa
membaca nama dan tanggal lahir sendiri
saat hari sudah pergi
di kamar mandi si suci tertinggal
sepenggal kenang si belang
bercabang kata dengan bahasa mata
si buta mengintip wajah dewa
dari lobang sempit nafas
si malas bersibuk memanen
gabah si kalah
wah wah wah
terengah-engah tuh si payah
membaca Firman Allah
( 21 April 2009 )
TANAH
kau,tanah
meski sejarahmu begitu megah
tapi kau bukan siapa-siapa
sampai kembali tak tahu
ke mana mula asal diammu
dan
kau bukan apa-apa
hingga semua lobang terbuka
pergi entah ke mana
kau pun tak terjaga
kau,tanah
semata tanah
air api udara dan darah
menyifatkan kesementaraan
berhentilah berkilah
berhentilah memfitnah
karna kau hanya tanah
semata tanah
meski oleh kemurahanKU
kau bisa mendengar suaraKU
namun kau tak mengerti kehendakKU
meski oleh belas kasihKU
kau bisa melihat ujut keagunganKU
namun kau tak bisa menangkap pesan-pesanKU
meski oleh kebijaksanaanKU
kau bisa mengerti sebagian kecil sifatKU
namun kau tak mengenal pribadiKU
memang
siapakah kau, wahai tanah yang busuk
hingga kausempitkan keluasanKU
kaudangkalkan kedalamanKU
kaunistakan kekudusanKU
kembalikan surgaKU
kembalikan tahta dan kekuasaanKU
dan jangan fitnah lagi AKU
kau tak berhak apa pun tentang AKU
kau tak tahu menahu tentang AKU
karna
AKU ADALAH AKU
semata
AKU
dan hanya
AKU
(25 April 2009)
SESEORANG DAN BAYANG-BAYANG
seseorang di air bening
bercermin langit dengan bayang-bayang
purnama memanggil suara katak
bersilang pesan dengan lolong anjing kesepian
” Tidakkah kau mengenal siapa aku?”
aku
siapakah aku
kepada yang hitam itu pun tak dapat
diingatnya lagi bagaimana menangis pertama kali
dan kini ia pun lupa menuliskan tanggal bulannya
meski telah disibak-kedukkannya air
dan juga direguknya cahaya seribu bulan
namun yang didapatkannya hanyalah
sebutir pasir yang kemudian lenyap
dalam remasan jemarinya sendiri
seseorang di air bening
bercermin langit dengan bayang-bayang
mungkinkah terselami kedalaman cahaya
yang menembus dinding waktu
meski di kebeningan air sejernih kaca?
bunga rumput akan kering
daun-daun menguning
rambut pun bercerita
tentang apa yang salah kauduga
tentang DIA
tentang surga
tentang neraka
bahkan tentang dunia dan manusia
(25 April 2009)
KELINCI DAN SINGA
bagaimana cinta
aummu terlalu kata
bagaimana tak sakit
pandanganmu terlalu kulit
bagaimana diterima
pikiranmu terlalu warna
bagaimana tidak ngeri
tatapanmu terlalu gigi
bagaimana jalan dengan aman
arahmu terlalu ke kanan
bagaimana tidak jemu
tampilanmu terlalu bulu
bagaimana bisa bercandaria
dengan sesama kita
karna kau singa luar biasa
sedangkan aku
cuma seekor kelinci biasa
(25 April 2009)
PESONA SURAM DI SEBUAH KOLAM
”Ingat, di langit tak ada pelangi”
katamu sembari membangun rumah pasir
di atas segundukan jerami
purnama bulat mengambang tenang
di permukaan kolam menertawa kebodohanku
atau mungkin juga kau
daun-daun bunga-bunga juga sehamparan rumput
menghitam mencoklat menghijau atau membiru
malam tak peduli warna
”Matahari akan berhenti tepat di atas kepala
dan tak ada lagi pagi siang atau malam”
katamu sembari melempar segenggam batu
ke dalam kolam
kulihat malam semakin kelam
di atas gelombang longitudinal
bergoyang bulat purnama
dengan wajah teriris-iris
berlapis pisau permukaan kolam
memecahkan impian rumah pasir
segunung jerami daun-daun dan bunga-bunga
hanya ikan-ikan
yang berani merenangi malam
dengan sekujur tubuhnya
AKU TAK PUNYA KATA
aku tak punya kata
bagiku hanya tersedia indera
tanpa kemampuan mencipta
nama-nama juga benda-benda
telah tersedia
jauh sebelum aku mengungkapkannya
aku melihat satu ketika sebagai bagian
dari sebuah kerumitan dan di lain waktu aku
aku menemukan diriku terlepas begitu bebas
seperti awan lepas di angkasa raya
begitu sendiri namun tak terperangkap
dalam kesunyian yang pilu
atau keriuhan yang hangat
aku menerima
aku menyedia
aku merela sebagian kepemilikan
menjadi bagian lain yang bukan aku
tetapi kami
aku berada dalam kesemestaan
pada air, udara, terik surya
gerak tetap bumi, pergantian musim
dan ketersendatan peredaran
nafas mengalir pada gerak lamban
tengah malam
pada riuh denyut jantung keseharian
pada kicau burung, hangat mentari
begitu saja huruf-huruf hadir mengalir
meliputi dan menafasi segala
di mataku di kepalaku di kulitku
aku menjadi alat kehadirannya
kata demi kata tersusun sejak awalnya
begitu rapi
membentuk pengertiannya sendiri
menafaskan kehidupannya sendiri
mungkin dia bunga
yang tumbuh di atas kerak batu
mungkin dia nada biru
yang lembut membelai kalbu
atau irama yang menyegarkan jiwa
mungkin duri yang tajam atau hantaman godam
yang melumatkan keangkuhan
mungkin kehangatan cinta
atau jenis asmara lain
yang menggugah kesadaran
huruf-huruf adalah soal kehadiran
kata-kata adalah soal memahami kenyataan
dan semua itu tak ada padaku
hingga dengan seadanya aku berkata
aku tak menciptakannya
aku hanya menghadirkannya
dalam keterbatasan menangkap dan menghayati
sebagian dari kerumitan yang mungkin terlupakan
dan yang lain akan menambahkan
demi kesempurnaan yang terbuka
puisi adalah hasil nyata dari sebuah pergumulan
dari sebagian kerumitan
satu sisi adalah penyair
dan lainnya adalah kata-kata
puisi tak pernah bicara pada siapa-siapa
hingga kita menolong kehadirannya
atau menjadi bagian keberadaannya
(25 April 2009)
Rabu, 25 November 2009
kumpulan puisi
SOMEONE IN A BIG BUS STATION
SEE SOMEONE WHO IS LOOKING FOR
THE CARRIAGE HE WANTS
BROKERS OF A BIG BUS STATION
WHO ARE USUALLY IMPOLITE AND INSISTENCIUS
FOR SUPPOSE THE MAN IS IN CONFUSING
THEN CATCH HIM SOON TOGETHER
LIKE A HUNGER LION GETS ITS DELICIOUS FOOD
“JAKARTA?” “SURABAYA?” “JOGYA?” “SOLO?”
“NOT HERE, THERE” “NOT THAT, THIS”
“FOLLOW ME, DON’T FOLLOW HIM”
“LETS GO WITH ME” “YOU ARE MINE”
THEY SAY LIKE THE CHEEPING BIRD
WITH PULL THE MAN SOMEWHERE THEY LIKE
AND URGE HIM TO FOLLOW THEM
“STOP, AND HEAR ME!
I’M LOOKING FOR A BUS
THAT WILL BRING ME TO HEAVEN.
CAN YOU TELL ME, SIRS?”
SAYS THE MAN CLEARLY
MAKE THEM SURPRISED AND FINALLY
WENT TO LEAVE THE MAN ALONE
ONE SOMETHING SILENT FLOWER IN THE HEART
IF MY CHOICE
I’M VERY HAPPY
LIVE IN THE GARDEN
WHERE IS TO WAKE AND TO PROTECT
UNDERSTAND AND LOVING BEAUTY IS REALLY
BECAUSE
TO CREATE LIKE THAT
WHAT CAN I DO
EXCEPT TO SURRENDER
ALTHOUGH PEOPLE
CAN MAKE HISTORIES
WITH THOUSAND WILL POWER AND SPIRIT
NOTHING TO CREATE
CAN PREVENT
THE DESIGN OF GOD
INDONESIAN ALPHABET
FIVE OF THE TWENTY SIX LETTERS
OF MY INDONESIAN ALPHABET ARE LIVE
BUT THE REST OTHERS ARE DIE
I DON’T KNOW WHY
THAT IS THE REASON WHY
I’VE EVER ASKED TO WHOEVER I MET
THERE WERE TWO REACTIONS OF THEM;
ONE WAS INDIFFERENT
AND THE OTHER ONE WAS AFFECTED
THE INDIFFERENT PERSON SAID,
“I DON’T KNOW!”
BUT THE AFFECTED SAID,
“WE CAN’T DO ANYTHING ABOUT IT!”
THAN I WAS DISAPPOINTED
IF MORE THAN 200 MILLIONS OF INDONESIAN
PEOPLE ARE DIE
MUST IT STILL “I DON’T KNOW”
OR “WE CAN’T DO ANYTHING ABOUT IT”?
THEREFORE I GET AWAY TO THE WATER
SEA, STONES, SANDS, SUN MOON AND STARS
BUT THEY DIDN’T SAY ANYTHING
THEY WERE QUIET,
REALLY QUIET
AND SILENT
AND I WAS VERY VERY DISAPPOINTED
THEN I GIVE THEM ALL
TO MY GOD ALMIGHTY
WHILE GO ON TO ATTEND FOR
MY LIVE LETTERS THOSE ARE MINORITY
AMONG THE REST OTHERS DIE
THOSE ARE MAJORITY
ON THE NEXT NIGHT
I DREAM DEMOCRATIC
AND HUMAN RIGHT
CRYING IN THE MIDNIGHT
THERE WAS CRYING IN THE MIDNIGHT
WITH A SUFFERING PRAYER OF THE BROKEN HEART
CRIED OUT OF THE SILENCE TO INTERRUPT
THE NIGHT SOUNDS OF THE INSECT ELEGY
THERE WAS CRYING IN THE MIDNIGHT
FLIED UP ON THE SKY
STABBED THE HEAVEN WALL
TO REQUEST THE LORD COMPASSION
THERE WAS CRYING IN THE MIDNIGHT
OF THE MOTHER EARTH SUFFERING
ABOUT THE LOVING SOUNDS AND DAUGHTERS
WHO SLAYED SINLESS
BY THE HUMANITY ENEMIES
POEM IN ALONG DRY SEASON
DRY GRASS
BROWN LEAFS
RUSTLING SOUNDS
OF BAMBOOS SHRUBBERY
INTERRUPT THE SONG OF DAILY
DUSTY OF AIR ON THE SKY
POISON IN THE HEART
STRONGLESS AND LANGUID
OF ANIMAL CRYING
DROUGHT OF THE TREES LEAFLESS
CAN’T PREVENT THE WIND STORMING
OF THE DRY SEASON
THE LIFE EXPRESSIONS
MADE BROWN THE PANORAMA
WRAPPED THE LOOK DESTRUCTED THE HOPE
THE BRIGHT OF THE SUNSHINE
CAN’T WIPE THE DARKNESS OF SOUL
SUFFER OF THE BARREN SOUL
PRESSED DOWN BY THE HEART CRYING
AND THE BITTERNESS OF THE NIGHT TOO
DAYS RUN TOTTERY FOR THE THREAT
OF THE THOUSAND DISASTERS
WHICH ARE GOING TO HAPPEN
THE LOST MORNING
THE BROKEN AFTERNOON
RINGING OF THE CLOCKS
ACCOUNT THE SILENT
OF THE WHOLE NIGHT
IN THIS ALONG DRY SEASON
AFTER DESTRUCTION THE JUNGLE
FOR THE DESTRUCTION OF THEIR DWELLING IN THIS WORLD
AND ALSO ALL OF THEIR TREASURES ARE ROBBED
BY THE PRETEXT TO DEVELOP ECONOMY PEOPLES
AND THE RISING OF A NEW ERA TOO
WHICH IS CLEANING SO MUCH FROM THE CCN
SO THEN…
THE WILD ANIMALS WHICH ARE DESPERATE AND RANDOM
GO IN DROVES TO ATTACK
THE HEART AND THOUGHT OF MAN
FOR BUILD UP THEIR JUNGLE THERE
AND MAKE NEW PALACE THEM AGAIN
COMPLETE WITH ALL OF THEIR JUNGLE CUSTOMS
NOW
IN THE HOPE
THEY PRAYER AND ASK TO THE LORD
FOR BLESSES THEM
(OH, MAY BE SUCCESSFUL, MAY NOT BE?)
A STREET-BOY’S POEM
I’M A STREET BOY
MY NAME IS LOVE
WHICH IS THROWN FROM THE EMBRACE
THE OLD CLOTHE ON MY BODY
ALWAYS THE REMEMBERS ME
TO MOTHERS EMBRACING THE HARM
AND THE HOLLOW BRIDGE
WHERE I TOOK SALTER
FROM THE SUN BURNING HOT
AND COLD AIR OF THE NIGHT
CONSULS ME EVERY TIME
FROM THE BED FATE AND SOLITARY
WITH THE BROKEN HEART
I DRAG MY FEET AWAY
INDEED ONLY FOR A HUNGER
AS THEN ME KNOW
THE LITTLE YOU THREW TO ME
AND I TO BE ADDICTING
I GIVE YOU MY UPWARDS PALM
AND YOU CALLED ME A STREET BOY
A LIFE BEGGAR
MY REQUEST OF YOUR PITY
BUT YOU SUPPOSE ME
AS A ROBBER
THEN YOU ARE AFRAID
YOU CATCH ME
AND THROW MY BODY INTO THE DITCH
AT THAT PLACE
I DON’T KNOW
WHO IS MY REAL NAME
MOTHEREARTH’S POEM
I’M WIDE LAND
I’M UNDERLAYER OF OCEAN
I’M GATE
I’M HARBOUR OF FOREIGN SHIPS
I’M AIR
I’M THE FRESH BREASTING
WHICH MAKES LENGTHEN THE AGE
I’M WATER
WHICH IS NEVER DRY
I’M PLANTS
I’M SILK CARPET
I’M FLOWER WITH ITS VARIOUS
I’M THE ENORMOUS MOUNTAINS
I’M THE STARS LIGHTENING ON THE SKY
I’M THE WHITE CLOUD OF SOUL LOVING
I’M THE SONG OF THE PHILOSOPHERS
I’M RAINBOW
I’M LONG OF THE LONG
I’M GOODS
I’M TREASURES ALL OF NEEDED
I’M POLE
I’M GENERATION
I’M WOMB
I’M BLOOD
I’M YOUR MOTHER MILK
INDONESIA
I’M A MOTHER
MY CHILDREN
I ASK YOU WHY
WHY DO YOU LEAVE YOUR DEDICATION?
LISTEN!
NOW
I’M THE HOME
WHICH YOU HAVE LEFT
THE YARD
WHICH ISN’T PRESERVING
THE LOVE
WHICH YOU HAVE CURSED
THE HEART
WHICH YOU HAVE ANNOYED
THE SOUL
WHICH YOU HAVE VIOLATED
THE LIFE
WHICH YOU HAVE OMITTED
NOW
I BECOME A NIGHT
THAT WILL BE SO MUCH SILENT
IN THE TIRE OUT WAITING
OF YOUR COMING BACK
A HUNGER FACE OF LIFE
LONELY ON A VAGUELY PATHWAY
AT A DARK AND SILENT NIGHT
WHEN WAS DECEIVING BY
THE TRACKS OF THE LIFE TRICKS EXPRESSION
SUDDENLY CAME SOMEONE FROM THE DARK
CAUGHT ME ON MY WAY
WITH A POINTED KNIFE
TOWARD MY HEART
“WHERE ARE YOUR HEART, LEVER AND LUNGS?
GIVE ALL TO ME, OR YOU WILL DIE WITHOUT THEM.
QUICK!”
HE THREATENED ME AND PRESSURE MY BODY
AT A BIG HIGH WALL
THEN
BEFORE I HAD A CHANCE TO CHOOSE
SUDDENLY HE HAS STUBBED ME VERY VERY DEEP
BEGAN TO OPEN AND BRING OUT
ALL OF MY BREAST CONTENTS
THEN ATE THEM ALL GREEDILY
UNTIL FINISH WITHOUT REMAINDER
“OH, MY GOD!” I SAY IN MY HEART WITH PITY
THEN I SAY TO HIM, “IF YOU NEED MORE,
I’LL GIVE YOU OTHERS!”
HE LOOKS UP TO ME
BY THE FLASH LIGHTENING
I CAN SEE HIS FACE
SURELY AS A HUNGER AND THIRST
OF THE NATURAL LIFE EXPRESSION
IN A LONG DRY SEASON
“NO! YOU’RE THE LAST THAT PROVE
MOST OF PEOPLE HAVE ONLY HEART,
LIVER AND LUNGS IN THEIR BREAST
BUT HAVE NO LOVE.
SO THEN, MANY PEOPLES DIE
WITH HEART, LIVER AND LUNGS WITHOUT LOVE”
SUDDENLY HE SAID LOUDLY AND CLEARLY
AND I WAS WONDERING.
WITH FALLING RAIN
HE DISAPPEARED IN THE DARKNESS
AND BACK I WAS ALONE
IN THAT WAY
DOING THE LIFE
WHILE WRITING POEM
A SMALL BIRD WITH ITS SWEET DREAM
A SMALL BIRD
WITH ITS SWEET DREAM
GET AWAY FROM THE HABITAT
AND COME NEAR TO THE EAGLE NEST
WHICH IS BUSY
IN FEEDING ITS LITTLE'S
THOSE ARE TOO TALKY AND GREEDY
“HI, MY GOOD FRIEND, EAGLE.
WHAT CAN I HELP YOU?” SAID
THE SMALL BIRD KINDLY
“THERE IS. YOUR HEAD IS
DELICIOUS FOOD FOR THEM”
SAY THE EAGLE IN A HURRY
RABBIT FOUND A MAP
ONE DAY THERE WAS A RABBIT
WHICH HAS JUST LOOSED FROM
THE LION HUNTING
SURPRISE AND AFRAID
BECAUSE ON THAT DAY
HE FOUND A ROLL OF CLOTHE
WHICH AFTER OPENED
ACTUALLY WAS A MAN DRAWING MAP
LYING DOWN WITHOUT SENSE
AT THE DARK AND SILENT SHRUBBERY
“OH, MY GOD!” SAID THE RABBIT FEARLY
“IF TODAY THE MAN LIFE DRAWING MAP
FOUND LYING DOWN WITHOUT SENSE AT THE
DARK AND SILENT SHRUBBERY I LIVED...
WHAT ISN’T IT MEANING THAT YESTERDAY OR
WHEN, THERE WAS SCIENTISTS HAVE EVER
LOST THEIR MAP?”
THEN
HE RAN AWAY AS FAST AS HE COULD
AND RETURNED TO HIS FAMILY IN PEACE
THE TRENDY CLOTHES
IN ORDER TO BECOME TRENDY
IN A BIG FUTURE PARTY WHICH HIS NAME
IS WRITTEN AS A FORMAL PERSON INVITATION
GOES SOMEONE TO THE CLOTHING SHOP
AND SEEKS THE CLOTHES HE LIKES
“WHICH CLOTHES DO YOU WANT, SIR?
THIS OR THAT? COLOR? DON’T WORRY!
QUITE COMPLETE HERE
YOU CAN CHOOSE AS YOU WANT
OR, PUT IT ON.
THIS WHICH IS TRENDY NOW?” SAYS THE SERVER
WHISPERINGLY AND GIVES THE MAN
ONE OF THE CLOTHES SHE MEANS
“THANK YOU VERY MUCH!
BUT WHATEVER IS TRENDY NOW,
IT WILL PASS AND TO BE WORN.
NOW, I WANT THE FUTURE CLOTHES TRENDY.
IS THERE?” ASK THE MAN TO THE POINT
BUT THERE IS NO ANSWER
A FROG IN THE NIGHT
WHILE THE PREFECT MOON
WAS GIVING AWAY ITS LIGHT
THROUGH OUT THE WORLD,
COMES NEAR A FROG
WHICH IS DRIPPING WET OF TEARS
ASKED FOR ABOUT ITS SMALL
AND THOSE WERE DISAPPEARED THE CABIN SUDDENLY
“HELP ME, MY MOON PLEASE!
DO YOU KNOW THEM WHERE?”
FOR HEARS THE ASKING
THE MOON FEELS IN PITY
AND ITS LIGHT BEFORE THAT WAS BRIGHT
NOW CHANGE BECOME VAGUELY
“WIPE YOUR TEARS, MY FROG!
PUT ON YOUR SILENT PATHWAY
AND YOU WILL LAUGH MORE THEN!”
SAYS THE MOON
THEN SPREAD ITS LIGHT
THROUGH OUT THE WORLD AGAIN
NIGHT IS NOT ALWAYS DARK
RICE FIELD’S POEM
I’M RICE FIELD
HUMUS AND THE MATTERS OF FERTILITY
THOSE ARE FAR
FROM THE BALANCING AND CONTINUATION
SUFFER OF MY SOUL EVERY TIME
FOR THE FLAME OF ADDICTION
WHICH IS BURNED BY THE FATE
OF DRUNKENNESS AND DEPENDENCE
NOW I DON’T UNDERSTAND
THE LOWS SOUND OF BUFFALO
AND OF CRYING THE FARMERS
MY SALIVA IN MY GULLET IS TOO BITTER
TO GROWS UP THE LEAFS
AND SEND THE EARS OF RICE
EVEN MOULDLY THE HOPE
THAT HAS COMPULSED EVERYDAY
WITHOUT FUTURE AS THE DEW OF TREASURES
FOR YEARS NAILED MY SEASONS
ON THE HOT FATE AND SILENCE THE GRASS
WHILE
YOU ONLY CAN REGRET
WHAT HAS HAPPENED TODAY
WITH YOUR EYES STILL CLOSED
STOP!
OR YOUR TIME IS GOING TO COME
AND YOU’LL HARVEST THE LOUSES AND FLIES
IF YOU WANT
THE NEGLECTED FIELD
THE FALLING LEAFS OF SPRUCEFIR
MADE THE NEGLECTED FIELD
BURNING BEHIND YOU
FULL OF THIRTY AND HUNGRY EXPRESSIONS
SHIVER OF DRY GRASS ON THE STEPPE
ROLLED ITS HEART
TO ENDURE THE BITTERS
NOT THE HOT DUSTY
WAS DREAMING FOR
BUT THE FRESH OF THE LIFE WATER
TO LEAD
IN LOVE AND PEACE
IN THE NICHES OF HEART
IN THE HOLLOWS OF SOUL
NOT KNOW
OR NOT WANT TO KNOW
THAT THE CRYING OF SILENT
ON THE STONES HILL
MADE POEM WITH TEARS
AND THE BROKEN LONGING
OF MEDICINE
THE SILENT POEM OF THE RIVER WATER RUSTLING
THIS IS THE LAMENT SOUNDS
OF THE RIVER WATER RUSTLING
IN THE CORNER OF THE VILLAGE
NOT GHOST
OR THE SATAN'S SONG OF THE NIGHT
WHICH IS USUALLY BUZZED
IN THE FAIRIES HEART
THE COMPASS HAS TURNED AROUND
TO THE LEFT
AT THE WIDE PLACE
OF THE WORLDLY BRIGHTENING
LIKEWISE WITH THE RELIGION CONFESSORS BEHAVE
THEY WERE LONG FROM THE HEAVEN WAY
WHO KNOWS
WHERE WILL THEY WANT TO BRING OUT THE PEOPLES
THEN
WHAT WILL HAPPEN ON THIS FULL OF SIN WORLD?
WHEN THEY THREW THEMSELVES DOWN
INTO THE DARK MIRE
MY HEART WAS STUBBED
BUT I DON’T KNOW EITHER
WHY THE DRUM IN MY HEART
IS SILENT
ON THE NOISE SEA
ON THE NOISE SEA
NO BODY CAN'T EVADE
CARRIED AWAY AND SINK
OR PERSIST AND THROWN OUT
SAME BITTER AS BURIED
IN SILENT WITHOUT CHOICE
BUT ABOVE ALL OF THOSE
ONLY THE FAITH CAN BE SURVIVE
WITH ITS GLISTENING FUTURE
THE HIDDEN PEOPLE
people changed their way
and made pointed of themselves
they buried the only one name
in the silence sky
for the flesh
they sold their owing life
in the burial ceremony
faces were white of powder
so was of the clothes
white and clean
as white and clean
as the heaven inhabitants
with this manners to :
they built their palace
as if God was sleep
and would not drag them
in to the true court
the poem was written
in the blinding of the full blind
only by of your light, my Lord
i could see their shadows hidden
met me in your way
like a bat overcame the sun
STICK
suddenly you came
when i was taking care
for my wife and children
you carried a basket of dreams
in the strange breath of perfume' smell
and you asked me like a whisper of wind
"where do i must spread flowers
for the grave of a late poetist"?
i showed you a stick
and that the corner was a place
of his salvation choice
but you said, "oh no!
it isn't the right grave for him!"
"if it was what you wanted,
spread your flowers away
may to the sky
perhaps the wind
will bring its to his address",i said
but you didn't agree,
"no! not anywhere, here it is
in the loves land
that called heart of hearts"
i was affected
i looked at to the stick
where it leaned in stiffening
"will you be growing?"
i said in my heart
for years cornered in my silent room
only of the whisper of wind
passing in a moment
then disappeared soon
by my children crying
THE GRACE EVIDENCE
land cried
thrown far from heaven
from dream of sweat and humus
made the white jasmine neglected
lived in loveless life
land full of blood
suffering hardship in the rotten injures
it' smell steamed up to the sky
created the black fog
in the darkness way
here
in my silent home stay, my Lord
i testified the strange days
without roses without jasmines
as black was this land dirtied by
the poison of flesh and worldly life
SEE SOMEONE WHO IS LOOKING FOR
THE CARRIAGE HE WANTS
BROKERS OF A BIG BUS STATION
WHO ARE USUALLY IMPOLITE AND INSISTENCIUS
FOR SUPPOSE THE MAN IS IN CONFUSING
THEN CATCH HIM SOON TOGETHER
LIKE A HUNGER LION GETS ITS DELICIOUS FOOD
“JAKARTA?” “SURABAYA?” “JOGYA?” “SOLO?”
“NOT HERE, THERE” “NOT THAT, THIS”
“FOLLOW ME, DON’T FOLLOW HIM”
“LETS GO WITH ME” “YOU ARE MINE”
THEY SAY LIKE THE CHEEPING BIRD
WITH PULL THE MAN SOMEWHERE THEY LIKE
AND URGE HIM TO FOLLOW THEM
“STOP, AND HEAR ME!
I’M LOOKING FOR A BUS
THAT WILL BRING ME TO HEAVEN.
CAN YOU TELL ME, SIRS?”
SAYS THE MAN CLEARLY
MAKE THEM SURPRISED AND FINALLY
WENT TO LEAVE THE MAN ALONE
ONE SOMETHING SILENT FLOWER IN THE HEART
IF MY CHOICE
I’M VERY HAPPY
LIVE IN THE GARDEN
WHERE IS TO WAKE AND TO PROTECT
UNDERSTAND AND LOVING BEAUTY IS REALLY
BECAUSE
TO CREATE LIKE THAT
WHAT CAN I DO
EXCEPT TO SURRENDER
ALTHOUGH PEOPLE
CAN MAKE HISTORIES
WITH THOUSAND WILL POWER AND SPIRIT
NOTHING TO CREATE
CAN PREVENT
THE DESIGN OF GOD
INDONESIAN ALPHABET
FIVE OF THE TWENTY SIX LETTERS
OF MY INDONESIAN ALPHABET ARE LIVE
BUT THE REST OTHERS ARE DIE
I DON’T KNOW WHY
THAT IS THE REASON WHY
I’VE EVER ASKED TO WHOEVER I MET
THERE WERE TWO REACTIONS OF THEM;
ONE WAS INDIFFERENT
AND THE OTHER ONE WAS AFFECTED
THE INDIFFERENT PERSON SAID,
“I DON’T KNOW!”
BUT THE AFFECTED SAID,
“WE CAN’T DO ANYTHING ABOUT IT!”
THAN I WAS DISAPPOINTED
IF MORE THAN 200 MILLIONS OF INDONESIAN
PEOPLE ARE DIE
MUST IT STILL “I DON’T KNOW”
OR “WE CAN’T DO ANYTHING ABOUT IT”?
THEREFORE I GET AWAY TO THE WATER
SEA, STONES, SANDS, SUN MOON AND STARS
BUT THEY DIDN’T SAY ANYTHING
THEY WERE QUIET,
REALLY QUIET
AND SILENT
AND I WAS VERY VERY DISAPPOINTED
THEN I GIVE THEM ALL
TO MY GOD ALMIGHTY
WHILE GO ON TO ATTEND FOR
MY LIVE LETTERS THOSE ARE MINORITY
AMONG THE REST OTHERS DIE
THOSE ARE MAJORITY
ON THE NEXT NIGHT
I DREAM DEMOCRATIC
AND HUMAN RIGHT
CRYING IN THE MIDNIGHT
THERE WAS CRYING IN THE MIDNIGHT
WITH A SUFFERING PRAYER OF THE BROKEN HEART
CRIED OUT OF THE SILENCE TO INTERRUPT
THE NIGHT SOUNDS OF THE INSECT ELEGY
THERE WAS CRYING IN THE MIDNIGHT
FLIED UP ON THE SKY
STABBED THE HEAVEN WALL
TO REQUEST THE LORD COMPASSION
THERE WAS CRYING IN THE MIDNIGHT
OF THE MOTHER EARTH SUFFERING
ABOUT THE LOVING SOUNDS AND DAUGHTERS
WHO SLAYED SINLESS
BY THE HUMANITY ENEMIES
POEM IN ALONG DRY SEASON
DRY GRASS
BROWN LEAFS
RUSTLING SOUNDS
OF BAMBOOS SHRUBBERY
INTERRUPT THE SONG OF DAILY
DUSTY OF AIR ON THE SKY
POISON IN THE HEART
STRONGLESS AND LANGUID
OF ANIMAL CRYING
DROUGHT OF THE TREES LEAFLESS
CAN’T PREVENT THE WIND STORMING
OF THE DRY SEASON
THE LIFE EXPRESSIONS
MADE BROWN THE PANORAMA
WRAPPED THE LOOK DESTRUCTED THE HOPE
THE BRIGHT OF THE SUNSHINE
CAN’T WIPE THE DARKNESS OF SOUL
SUFFER OF THE BARREN SOUL
PRESSED DOWN BY THE HEART CRYING
AND THE BITTERNESS OF THE NIGHT TOO
DAYS RUN TOTTERY FOR THE THREAT
OF THE THOUSAND DISASTERS
WHICH ARE GOING TO HAPPEN
THE LOST MORNING
THE BROKEN AFTERNOON
RINGING OF THE CLOCKS
ACCOUNT THE SILENT
OF THE WHOLE NIGHT
IN THIS ALONG DRY SEASON
AFTER DESTRUCTION THE JUNGLE
FOR THE DESTRUCTION OF THEIR DWELLING IN THIS WORLD
AND ALSO ALL OF THEIR TREASURES ARE ROBBED
BY THE PRETEXT TO DEVELOP ECONOMY PEOPLES
AND THE RISING OF A NEW ERA TOO
WHICH IS CLEANING SO MUCH FROM THE CCN
SO THEN…
THE WILD ANIMALS WHICH ARE DESPERATE AND RANDOM
GO IN DROVES TO ATTACK
THE HEART AND THOUGHT OF MAN
FOR BUILD UP THEIR JUNGLE THERE
AND MAKE NEW PALACE THEM AGAIN
COMPLETE WITH ALL OF THEIR JUNGLE CUSTOMS
NOW
IN THE HOPE
THEY PRAYER AND ASK TO THE LORD
FOR BLESSES THEM
(OH, MAY BE SUCCESSFUL, MAY NOT BE?)
A STREET-BOY’S POEM
I’M A STREET BOY
MY NAME IS LOVE
WHICH IS THROWN FROM THE EMBRACE
THE OLD CLOTHE ON MY BODY
ALWAYS THE REMEMBERS ME
TO MOTHERS EMBRACING THE HARM
AND THE HOLLOW BRIDGE
WHERE I TOOK SALTER
FROM THE SUN BURNING HOT
AND COLD AIR OF THE NIGHT
CONSULS ME EVERY TIME
FROM THE BED FATE AND SOLITARY
WITH THE BROKEN HEART
I DRAG MY FEET AWAY
INDEED ONLY FOR A HUNGER
AS THEN ME KNOW
THE LITTLE YOU THREW TO ME
AND I TO BE ADDICTING
I GIVE YOU MY UPWARDS PALM
AND YOU CALLED ME A STREET BOY
A LIFE BEGGAR
MY REQUEST OF YOUR PITY
BUT YOU SUPPOSE ME
AS A ROBBER
THEN YOU ARE AFRAID
YOU CATCH ME
AND THROW MY BODY INTO THE DITCH
AT THAT PLACE
I DON’T KNOW
WHO IS MY REAL NAME
MOTHEREARTH’S POEM
I’M WIDE LAND
I’M UNDERLAYER OF OCEAN
I’M GATE
I’M HARBOUR OF FOREIGN SHIPS
I’M AIR
I’M THE FRESH BREASTING
WHICH MAKES LENGTHEN THE AGE
I’M WATER
WHICH IS NEVER DRY
I’M PLANTS
I’M SILK CARPET
I’M FLOWER WITH ITS VARIOUS
I’M THE ENORMOUS MOUNTAINS
I’M THE STARS LIGHTENING ON THE SKY
I’M THE WHITE CLOUD OF SOUL LOVING
I’M THE SONG OF THE PHILOSOPHERS
I’M RAINBOW
I’M LONG OF THE LONG
I’M GOODS
I’M TREASURES ALL OF NEEDED
I’M POLE
I’M GENERATION
I’M WOMB
I’M BLOOD
I’M YOUR MOTHER MILK
INDONESIA
I’M A MOTHER
MY CHILDREN
I ASK YOU WHY
WHY DO YOU LEAVE YOUR DEDICATION?
LISTEN!
NOW
I’M THE HOME
WHICH YOU HAVE LEFT
THE YARD
WHICH ISN’T PRESERVING
THE LOVE
WHICH YOU HAVE CURSED
THE HEART
WHICH YOU HAVE ANNOYED
THE SOUL
WHICH YOU HAVE VIOLATED
THE LIFE
WHICH YOU HAVE OMITTED
NOW
I BECOME A NIGHT
THAT WILL BE SO MUCH SILENT
IN THE TIRE OUT WAITING
OF YOUR COMING BACK
A HUNGER FACE OF LIFE
LONELY ON A VAGUELY PATHWAY
AT A DARK AND SILENT NIGHT
WHEN WAS DECEIVING BY
THE TRACKS OF THE LIFE TRICKS EXPRESSION
SUDDENLY CAME SOMEONE FROM THE DARK
CAUGHT ME ON MY WAY
WITH A POINTED KNIFE
TOWARD MY HEART
“WHERE ARE YOUR HEART, LEVER AND LUNGS?
GIVE ALL TO ME, OR YOU WILL DIE WITHOUT THEM.
QUICK!”
HE THREATENED ME AND PRESSURE MY BODY
AT A BIG HIGH WALL
THEN
BEFORE I HAD A CHANCE TO CHOOSE
SUDDENLY HE HAS STUBBED ME VERY VERY DEEP
BEGAN TO OPEN AND BRING OUT
ALL OF MY BREAST CONTENTS
THEN ATE THEM ALL GREEDILY
UNTIL FINISH WITHOUT REMAINDER
“OH, MY GOD!” I SAY IN MY HEART WITH PITY
THEN I SAY TO HIM, “IF YOU NEED MORE,
I’LL GIVE YOU OTHERS!”
HE LOOKS UP TO ME
BY THE FLASH LIGHTENING
I CAN SEE HIS FACE
SURELY AS A HUNGER AND THIRST
OF THE NATURAL LIFE EXPRESSION
IN A LONG DRY SEASON
“NO! YOU’RE THE LAST THAT PROVE
MOST OF PEOPLE HAVE ONLY HEART,
LIVER AND LUNGS IN THEIR BREAST
BUT HAVE NO LOVE.
SO THEN, MANY PEOPLES DIE
WITH HEART, LIVER AND LUNGS WITHOUT LOVE”
SUDDENLY HE SAID LOUDLY AND CLEARLY
AND I WAS WONDERING.
WITH FALLING RAIN
HE DISAPPEARED IN THE DARKNESS
AND BACK I WAS ALONE
IN THAT WAY
DOING THE LIFE
WHILE WRITING POEM
A SMALL BIRD WITH ITS SWEET DREAM
A SMALL BIRD
WITH ITS SWEET DREAM
GET AWAY FROM THE HABITAT
AND COME NEAR TO THE EAGLE NEST
WHICH IS BUSY
IN FEEDING ITS LITTLE'S
THOSE ARE TOO TALKY AND GREEDY
“HI, MY GOOD FRIEND, EAGLE.
WHAT CAN I HELP YOU?” SAID
THE SMALL BIRD KINDLY
“THERE IS. YOUR HEAD IS
DELICIOUS FOOD FOR THEM”
SAY THE EAGLE IN A HURRY
RABBIT FOUND A MAP
ONE DAY THERE WAS A RABBIT
WHICH HAS JUST LOOSED FROM
THE LION HUNTING
SURPRISE AND AFRAID
BECAUSE ON THAT DAY
HE FOUND A ROLL OF CLOTHE
WHICH AFTER OPENED
ACTUALLY WAS A MAN DRAWING MAP
LYING DOWN WITHOUT SENSE
AT THE DARK AND SILENT SHRUBBERY
“OH, MY GOD!” SAID THE RABBIT FEARLY
“IF TODAY THE MAN LIFE DRAWING MAP
FOUND LYING DOWN WITHOUT SENSE AT THE
DARK AND SILENT SHRUBBERY I LIVED...
WHAT ISN’T IT MEANING THAT YESTERDAY OR
WHEN, THERE WAS SCIENTISTS HAVE EVER
LOST THEIR MAP?”
THEN
HE RAN AWAY AS FAST AS HE COULD
AND RETURNED TO HIS FAMILY IN PEACE
THE TRENDY CLOTHES
IN ORDER TO BECOME TRENDY
IN A BIG FUTURE PARTY WHICH HIS NAME
IS WRITTEN AS A FORMAL PERSON INVITATION
GOES SOMEONE TO THE CLOTHING SHOP
AND SEEKS THE CLOTHES HE LIKES
“WHICH CLOTHES DO YOU WANT, SIR?
THIS OR THAT? COLOR? DON’T WORRY!
QUITE COMPLETE HERE
YOU CAN CHOOSE AS YOU WANT
OR, PUT IT ON.
THIS WHICH IS TRENDY NOW?” SAYS THE SERVER
WHISPERINGLY AND GIVES THE MAN
ONE OF THE CLOTHES SHE MEANS
“THANK YOU VERY MUCH!
BUT WHATEVER IS TRENDY NOW,
IT WILL PASS AND TO BE WORN.
NOW, I WANT THE FUTURE CLOTHES TRENDY.
IS THERE?” ASK THE MAN TO THE POINT
BUT THERE IS NO ANSWER
A FROG IN THE NIGHT
WHILE THE PREFECT MOON
WAS GIVING AWAY ITS LIGHT
THROUGH OUT THE WORLD,
COMES NEAR A FROG
WHICH IS DRIPPING WET OF TEARS
ASKED FOR ABOUT ITS SMALL
AND THOSE WERE DISAPPEARED THE CABIN SUDDENLY
“HELP ME, MY MOON PLEASE!
DO YOU KNOW THEM WHERE?”
FOR HEARS THE ASKING
THE MOON FEELS IN PITY
AND ITS LIGHT BEFORE THAT WAS BRIGHT
NOW CHANGE BECOME VAGUELY
“WIPE YOUR TEARS, MY FROG!
PUT ON YOUR SILENT PATHWAY
AND YOU WILL LAUGH MORE THEN!”
SAYS THE MOON
THEN SPREAD ITS LIGHT
THROUGH OUT THE WORLD AGAIN
NIGHT IS NOT ALWAYS DARK
RICE FIELD’S POEM
I’M RICE FIELD
HUMUS AND THE MATTERS OF FERTILITY
THOSE ARE FAR
FROM THE BALANCING AND CONTINUATION
SUFFER OF MY SOUL EVERY TIME
FOR THE FLAME OF ADDICTION
WHICH IS BURNED BY THE FATE
OF DRUNKENNESS AND DEPENDENCE
NOW I DON’T UNDERSTAND
THE LOWS SOUND OF BUFFALO
AND OF CRYING THE FARMERS
MY SALIVA IN MY GULLET IS TOO BITTER
TO GROWS UP THE LEAFS
AND SEND THE EARS OF RICE
EVEN MOULDLY THE HOPE
THAT HAS COMPULSED EVERYDAY
WITHOUT FUTURE AS THE DEW OF TREASURES
FOR YEARS NAILED MY SEASONS
ON THE HOT FATE AND SILENCE THE GRASS
WHILE
YOU ONLY CAN REGRET
WHAT HAS HAPPENED TODAY
WITH YOUR EYES STILL CLOSED
STOP!
OR YOUR TIME IS GOING TO COME
AND YOU’LL HARVEST THE LOUSES AND FLIES
IF YOU WANT
THE NEGLECTED FIELD
THE FALLING LEAFS OF SPRUCEFIR
MADE THE NEGLECTED FIELD
BURNING BEHIND YOU
FULL OF THIRTY AND HUNGRY EXPRESSIONS
SHIVER OF DRY GRASS ON THE STEPPE
ROLLED ITS HEART
TO ENDURE THE BITTERS
NOT THE HOT DUSTY
WAS DREAMING FOR
BUT THE FRESH OF THE LIFE WATER
TO LEAD
IN LOVE AND PEACE
IN THE NICHES OF HEART
IN THE HOLLOWS OF SOUL
NOT KNOW
OR NOT WANT TO KNOW
THAT THE CRYING OF SILENT
ON THE STONES HILL
MADE POEM WITH TEARS
AND THE BROKEN LONGING
OF MEDICINE
THE SILENT POEM OF THE RIVER WATER RUSTLING
THIS IS THE LAMENT SOUNDS
OF THE RIVER WATER RUSTLING
IN THE CORNER OF THE VILLAGE
NOT GHOST
OR THE SATAN'S SONG OF THE NIGHT
WHICH IS USUALLY BUZZED
IN THE FAIRIES HEART
THE COMPASS HAS TURNED AROUND
TO THE LEFT
AT THE WIDE PLACE
OF THE WORLDLY BRIGHTENING
LIKEWISE WITH THE RELIGION CONFESSORS BEHAVE
THEY WERE LONG FROM THE HEAVEN WAY
WHO KNOWS
WHERE WILL THEY WANT TO BRING OUT THE PEOPLES
THEN
WHAT WILL HAPPEN ON THIS FULL OF SIN WORLD?
WHEN THEY THREW THEMSELVES DOWN
INTO THE DARK MIRE
MY HEART WAS STUBBED
BUT I DON’T KNOW EITHER
WHY THE DRUM IN MY HEART
IS SILENT
ON THE NOISE SEA
ON THE NOISE SEA
NO BODY CAN'T EVADE
CARRIED AWAY AND SINK
OR PERSIST AND THROWN OUT
SAME BITTER AS BURIED
IN SILENT WITHOUT CHOICE
BUT ABOVE ALL OF THOSE
ONLY THE FAITH CAN BE SURVIVE
WITH ITS GLISTENING FUTURE
THE HIDDEN PEOPLE
people changed their way
and made pointed of themselves
they buried the only one name
in the silence sky
for the flesh
they sold their owing life
in the burial ceremony
faces were white of powder
so was of the clothes
white and clean
as white and clean
as the heaven inhabitants
with this manners to :
they built their palace
as if God was sleep
and would not drag them
in to the true court
the poem was written
in the blinding of the full blind
only by of your light, my Lord
i could see their shadows hidden
met me in your way
like a bat overcame the sun
STICK
suddenly you came
when i was taking care
for my wife and children
you carried a basket of dreams
in the strange breath of perfume' smell
and you asked me like a whisper of wind
"where do i must spread flowers
for the grave of a late poetist"?
i showed you a stick
and that the corner was a place
of his salvation choice
but you said, "oh no!
it isn't the right grave for him!"
"if it was what you wanted,
spread your flowers away
may to the sky
perhaps the wind
will bring its to his address",i said
but you didn't agree,
"no! not anywhere, here it is
in the loves land
that called heart of hearts"
i was affected
i looked at to the stick
where it leaned in stiffening
"will you be growing?"
i said in my heart
for years cornered in my silent room
only of the whisper of wind
passing in a moment
then disappeared soon
by my children crying
THE GRACE EVIDENCE
land cried
thrown far from heaven
from dream of sweat and humus
made the white jasmine neglected
lived in loveless life
land full of blood
suffering hardship in the rotten injures
it' smell steamed up to the sky
created the black fog
in the darkness way
here
in my silent home stay, my Lord
i testified the strange days
without roses without jasmines
as black was this land dirtied by
the poison of flesh and worldly life
GURIT SEPI KUMRIWIKING BANYU KALI
GURIT SEPI KUMRIWIKING BANYU KALI
GURIT KANGGO ADHI
Daktampa saka pecahaning cahya
Rembulan tiba ana sela-selaning gegodhongan
Lagu lan swaramu serak dhimas
Apa ana kabar kang wigati
Ing ngarep iki wit jati gegrumbulane
Suket temanceping kahanan
Mangka kita kudu lumaku lan dhemen nyipati
Gambar-gambar dlamakan ngisor-ngisoring
Garis paugeran
Aja wedi dhimas
Kembang-kembang iki duwekmu
Cikben beda
Cikben urip dasaning nama
Marga tanpa beda
Kaendahan iki sasat mung pangimpen
Ngayawara
Lan Negara kita urip
Saka rupa rupaning rupa
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.48, 01 desember 1984
GURIT KANGGO ADHI II
Kanggo ngiring lumakuning dina-dina
Kanthi rembulan minangka kanca
Kanggo nitipake raga samangsa sayah
Ginelut ombakingurip kang sangsaya santer
Dakkira kita wus kelangan daya dhimas
Kabeh kaya wus katon surem
Mung kari wewayanganning rupa
Kang pating sliwer tanpa swara
Saiba sepine jagad kesrakat iki
Kaya kang wus dadi sesurupan kita
Pancen ana kaca wewatesing kahanan
Antarane impen lan kasunyatan padha dene
Adoh lan nuwuhake pisatronan
Tumrap sijine
Nging uga aja sumelang dhimas
Merga kamukten iku
Mung geguritan bungkik
Lan banget kesrakate
Ana ing jagading kautamen
Saiki ra perlu adoh
Merga tangan-tangan kita iki
Isih tetep setya
Rak dhimas isih kelingan ta
Yen panjenengane iku tansah sumadya
Ja rumangsa isin dhimas
Jalaran tumetesing luh kuwi dhewe
Tresna kang sampurna
Mula nangisa
Sajege si adhi kersa
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.21, 25 mei 1985
GURIT KANGGO ADHI III
Wus dakpasangake wulan
Lan lintang-lintang
Ing langit kasepenmu
Dhimas
Sunaranaklayan kasetyan lan kawignyan
Apadene kaprecayan
Urip iki mati
Tanpa kasangsaran
Nanging kasangsaran kuwi uga mati
Tanpa urip lan pepati
Esuk mara dipecaki
Kinanthi kidung purnaning ratri
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.43, 26 oktober 1985
GURIT KANGGO ADHI IV
Sawise udan sumilak langit katon
Putih lir salju
Nanging carita isih dawa adhiku
Isih ana prahara liya kang bakal teka
Merga ya pancen ngono kuwi
Tembanging alam donya kasunyatan urip iki
Lan mesthi
Kita ora kuwawa anyelaki
Ana kalane tangis njejuwing ati iki
Pindha wengi kang tanpa lintang
Warna ireng lan kasepen dadi kekanthine
Nanging aja pisan-pisan kandheg mung
Tumeka semono dhimas
Merga crita liya isih nunggu girang guyumu
Beda itungane angka-angka
Kang sarwa bias kaentha
Guyu lan tangis mokal kaetung wektune
Nanging kita seje sabangsane urip
Kang mung mbujung gumebyaring kadonyan
Kita ngreti sangkan paran
Malah uga tumrap sesangune
Mula kuwi tansah digedhea ing athi
Ana rina ana wengi tumraping kahanan papa iki
Semono uga garising lelakon
Kang tansah kita pecaki mung wae panjalukku adhi
Aja lali memuji
Tansaha densukuri
Sadhengah kang wus kawedhar
Lan kaparingake jroning urip iki
Menawa isih ana dina esuk
Kapacak ngareping mripat
Lan kita ana esem kanggo sangu
Nglabuhi sakabehing pangangen-angen
Becik kita jumangkah
Nadyan mung cilik
Lan kanthi mbaka sapecak
Urip dudu impen
Lan pungkasane
Kita mesthi lumaku
Luru lan luru
Nganti ketemu
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.2, 11 januari 1986
CATETAN PUPUT TAUN
Isih ana mendung
Dhuwuring langit sepi
Kanggo ngaca
Tumindaking sesanti
Anggayuh budi utami
Nandur wiji
Karaharjaning negari
GURIT MLErIT SAKA LANgIT
Mendah jero ngawiyate
Rembulan tipis
Ndhepipis waliking mega-mega
Mendah rempu pangrasane
Klamun wus prapto
Titi mangsa lan marga wekasane
Sewu dalan mitra
Siji parane
GURIT SEPI KUMRIWIKING BANYU KALI
Iki suara angluh kumriwiking banyu kali
Ing pojok desa
Dudu memedi
Utawa tembanging setan setan wengi
kang tansah
Dumeling ana kupinging para widadari
Enering kiblat wus diencengake
Nlusup mengiwa
Tumuju papan amba gebyaring donya
Mengkono uga arum swaraning para
Ngagama
Kabeh kaya wus padha suwala
Kliwat saka dalaning swarga
Mbuh arep nyang endi maneh bakal
Digawa lunga
Banjur bakal nampa pidana apa
Jagad tuwu kebak dosa
Yen kembang-kembangin desaku
Uga wis padha alum
Katut tiba glangsaran
Ndhepani tlepong-tlepong jaran
Nanging mboh tambur telenging ati iki
Mesthi dadi sepi
TEMBANG KANGGO ADHI
Cik ben dak sanggane lelakon sedhih iki
Angger kowe tetepa ing ati
Rungakna liwat sumiliring angin wengi
Wis mesti dudu tangisku
Karang ra bakal nyimpang
Nadyan ombake rentak
Lan ana prahara ngelak
Jejegna cagaking kaprecayan
Gantungna kabeh kekarepan
Ing pundhakku isih kuwawa ngangkat
Nadyan abota nganti dikaya ngapa pisan
Lambeku tan bakal kendhat
Ngidungake tembanging kasanggupan
GURIT ING POJOK KUTHA
Dak sawang mega kang suwung
arak-arakan hawa kang tansah
nggeget
mbuntel guwayaning kutha
dadi pepetenging angkasa
gilang-gilang
mustikaning hyang kara
tinebas kilat nggennya
sumyur mawurahan
banjur kang ana
sadhuwuring gunung-gunung
timbrenging sesawangan
lan kang ana
telenging telaga
rasa ning
panjeriting jiwa aking
GURIT WENGI IKI
Selembar godhong tiba latar
Ana angin nggembuleng muser-muser
Nyawur awu
banjur
panas, panas. Raiku kebak gupak, Dimas
suda lan kandhegana. Wus cukup crita muspra
kang kok tembangake jroning impenku
mangkono jumangkahe sikil kang lumaku
binareng rasa lan atine
bocah cilik sumrinthil premen
ra ngreti kekarepane
nanging aja kuwatir, Dhimas. Kabeh iya padha
pasang, lan surut, kaya patraping segara. Mung wae pancen
kudu ana bedane, yakuwi kang diarani laku jantraning urip
mung gusti kang andarbeni
rungakna gurit wengi iki nyuwek klambuning
sepi nging dudu pakartining jim lan peri
iki swaraning ati saka gempilaning lelakon
kang tiba tangi rungokna rungakna mbok menawa esuk
enggal bakal teka nggawa crita liya
LAKU LAN KRINGETKU
menawa ana padhang kang sumelet
wes mesthi
dudu mripat lan atiku
aku ngreti
kuwi pati lan uripku
laku lan kringetku dadi werdi
cinampur esuk
tresna ing sami
DIAGRAM SEPI
gisik segara lor wutah sadhuwuring pasir
kadhang ngecipak swaraning ombak
cilik cilik kang sumanak
dadi tlapak
dadi cecongak
ngongak gomplanging simak
SOLITUDE
bali kekidungan iki rumesep
jroning wardaya
ndhepani lingsir
kang sangsaya tundha
kasiya
dimik cilik kumelip
sepi lan kalunta
KIDUNG SEPI ESUK IKI
dak sawang jumedhuling srengenge
lungkrahing pucuk gunung
ana atiku kang bengkah
jinamah mega ngaliwung
nalika banjur bali dakpecaki
dalan iki
sepi nyandhung ing watu-watu
KINTAKA JINGGA
kabur kabar kang tinulis
jroning lembayung sore iki
marang segara kang tansah kekidungan
sepi swaraning ombak
kangen rembulan
kangen lintang-lintang kang sumunar
ngedhepi ati
nanging surup sangsaya angslup
ngrenggani wewayanganing pedhut
kang luput ginrayah rambut
saiba nglangut
wanci wusanane
kang dadi wewatese
warna apa rasa
KENDHANG
serak lan garing swaraku
kendhang madyaning karingkihan
bunyak-bunyak tatuning kang awak
dhuh kabuncang-buncang
NGUNGSI SAWATARA
ing kene kepengin dakleremake jiwa
pasrah marang ombak rentaking segara
TITIPAN LARA LAPA
marang angin kang sumilir
daksuwun lega lilamu
kalamun sayah tumeko wanci
ruktinen aku klawan pamuji
GURIT KANGGO SEDULUR KULI
ING PASAR MINGGU JAKARTA
sesangganing jiwa
luwih-luwih uripmu
sapa kang bakal ngupiya, dulur
otot lan balungmu kang wus lunges
mblejeti kuliting perasaanku
nuwuhake gurit kebak klawu
kaya iki
nanging tampanana ya dulur
sakabehe peparingan iki
kanthi eklas lan padhanging ati
menawa padha pasrah
lan kumandel sihing Gusti Allah
wus mesti urip iki
dadi pamuji
JAKARTA
ra dak nyana-nyana
kutha kang endah lan bawera
jebul mung geni lan panikso
TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL
aku nyoba ura-ura
nanging muspra lan kalunta
mripatku lara
tanganku nggrayang kang ra ana
SILHUET
rasa kangenku wus ilang
kagiles rodha-rodhaning bis
mbokmenawa uga tumetesing luhmu
mung kari awu biru kang saya nglawu
sing ana ing adohe sesawangan jembar iki
sadhela maneh terminal sepi
bakal nyeret maneh dhengkulku
sing wis saya kaku iki
lan aku ngreti
menawa kowe babar pisan wis ora ana
nalika iku
merga gigir-gigiring rodha bis
sing wengis iki mesthi bakal nggiles
rasa kangen lan pangangen-angenmu
kowe pancen wis mati
babar pisan kelangan werdi
nging aku ngreti kowe bakal bisa tangi
bali
mbuh saiki apa sesuk
aneng sepine ati
KRADENAN ANGSLUP SURUP
sayah kagoncang dawaning lelakon
kandheg saperon-peron
atiku loyo jiwaku nglokro
surup tiba ing plataraning stasiyun iki
nyupata nggembulenging sepi
nyapa teteka kaya ri bandhil nunjem ing ati
dhuh Gusti Maha Widi
Paduka pirsa gumelaring urip iki
mungguh obah osikig kahanan
kang tansah nyebar werdining wewadi
mangga kajlentrehana kula papa
plajenging pejah lan gesang kula
sayah sampun kaleremaken
oncating srengenge tuwuh raos
rempu ing batos
GURIT WINGI
wis ta yayi
singkirana wae gurit iki
ra ana bacute katresnan wingi
mung tembang resep samangsa liwat
gawe mlarat
gawe sureming panyawang mripat
gurit wingi kae
becike kok uncalake wae yayi
saka ati kang ciyut
nyang segara kang amba
lelakon iki isih dawa
kita mesthi kudu nyuwita
LEPASAN
mabura
mabura dara
gawanen critaku iki
lepasa
lepasa dara
ja pisan-pisan bali
ing langit susuhing mega
ruwaten
sakabehing panandhang
papa
LANGITE MUWUS SORE
ing teras njaba
kembang semboja kingkin
lowong atine
binarung sumiliring angin
rumesep sore-sore
langit ing kulon
katon mbranang
ngemu rasa
sakabehing panandhang
LAN
lan
watu-watu iku wis dak buwang
saiki aku
kepengin sliramu nembang
klayan gamelan
wus samesthine
galang lan dandan-dandan
kesuk lumaku
dak panjere lintang
anak putu nunggu
aku dak nggethu mesu
lan lan lan
warisan sajaman-jaman
TAUN ANYAR
ing kene patilasan
ing kene mula bukane
sakabehing gegayuhan
atiku anyar
atimu anyar
ayo negar
ngegarke layar
DINA ESUK
(bundhelan tekad)
aku kepengin
dina esuk kang padhang
isih rinengga
ayoming rasa katresnanmu
aku kepengin
dina esuk kang jembar
isih binabar jembar
urubing tekad lan kasetyanmu
aku kepengin
aku lan sliramu
kuwawa miyak
sakabehing pepalang
nglumpati ombak
nyigar jembaring segara rentak
CAMAR
camar dhewe
mobat-mabit abure
kaya kabotan sanggan
camar neneka
camaring ati gela
ngasoa sawatara
mencloka ing atiku
segara pating klompyar
PRENJAK
prenjak ngaklak
nyurung sanak
saka kadohan
lamat-lamat nyedhak
aku apa sliramu
sing lagi mertamu
eh
sliramu isih eling
aku
kelangan dlamak
SEWU LINTANG ING AWANG-AWANG
tanpa nyilep perbawane
dak gegem kenceng pangiket dhawuhe
ing ngarsa sung tuladha
ing madya mangun karsa
tut wuri handayani
dak sirame pangangen-angene
dak wiwitane tepa slirane
tuwuha ngrembaka ing bumi sutresna
gawe ayang-ayange langit sanusa bangsa
ngiket walet giliging tekad merdika
delengen mitra
sewu lintang ing awing-awang
sumunar padhang
pratandha wus gancang
lakune kang sung piwulang
kabeh iki
labuh labeting kang wus swargi
panjenengane Ki Hajar Dewantara
kang minulya
muga lestaria mulya
bangsa kang baut ngronce kembange
CLERING SUMANDHING
dudu Yogya
dudu Jakarta
ana Clering
aku sumandhing
nadyan dumunung
ndhuwuring gunung gamping
nanging tresnaku wis pilih tandhing
anaa Yogya
anaa Jakarta
atiku wis kadhung gandrung
nadyan ing gunung
napasku landhung
MARANG SAWIJINING ASMA
rembulan tumungkul
sepimu uga wungkul
dhi
sliramu arep nyang endi
rina
ketemu Durna
wengi
semampir pundhake Durga
ngasoa
nganti srengengene teka
LAKU
jumurungku
waskithaning urip
ngambah ilining banyu
sumusup mega-mega
ndedel angkasa
ngaras rembulan
ngrenda bumi
ngisep madu
lumebering catur
methik lintang
mggambar segara
ngronce kembang
ngetut lakuning srengenge
sedyaku
resep
sedhep
ngegawang
padhang
WARTA
mega-mega bakal tumenga
mangkono uga
jumangkahe sikil iki
mitra
apa sliramu wis padha pirsa
suket-suket garing
lemah-lemah nela
aweh pepeling
mukti saiki
apa ing mbenjing
TEMBANG PAKUMBARAN
sempoyonging kang nedya lelaku
mapag jumedhuling srengenge lan wulan
ngambah rungkuting dalan
sureming padinan
godhong-godhong rontog
ombak lan watu
nyoblos punjering pandulu
PEDHUT IRENG
peteng nggameng
garising cakrawala
mbuntel bumi nggeseng
suwaliking tembung merdika
LURUNG
lurunge sapa
dadi ara-ara
tan ana katresnan
rerumat jiwa
lurunge sapa
kebak sangkrah
bakal kaobong
dadi langes
MANAWA ANGINE PRAPTA
kaya lembayung kang alum
pucuking angin kang pegat nyawa
sapa kalis bebaya
menawa angine prapta
mitra
sira ana ing endi
wartane wus trawaca
sawangen rikma waja
apa wus sumadya
menawa angine prapta
mitra
sapa wae lena
mula siyaga
dimen waluya
LOWONG TENGAHING MARGA
iki lelakone sapa
sapatemon jroning kasepen
rembugan kanthi ati
endi wektu lestari
tembok-tembok kaku
nyampluk tutuk
kang saya bisu
AMUNG GODHONG
delengen kaya apa endahing pepaes
rinengga busananing kajasmanen
gilap-gilap cahyane mung sagebyaran
tinempah jawah ambyar lan kamuktene
sawangen kaya apa santosaning tuwuhan
tanpa labuh labet mung kanepson congkrah
gawe sangsaya petenging jagad kaimanan
mblasahe godhong-godhong tanpa ugeran
among godhong sliramu wus mangreteni
nanging ya gene tansah kok silep werdine
piwulang sejati engga ngelak lan luwene
suket-suket gawe sureming cahya rembulan
among godhong sawangen kaca benggala
apa kang rinancang dening manungsa
among sawatara nanging kayektene
langgeng ing salawas-lawase
SUTA THiNGLI
suta Thingkli,
tanggaku wetan kali
uripe penekan wit jati
nggantholi thingkli
diuber-uber kuwali
karo polisi hutan
sing tansah nyujanani
suta Thingkli
sebrayat pitu cacahe
saben dina nyranggap njaluk tadhahe
yen begja sega karo tempe
nanging ketela yaw is dadi padatane
ngono uripe mataun blusukan alas jati
wiwit omah-omah biyen nganti saiki
manak nem, lima keri siji mati
suta Thingkli ora ngreti reformasi
ngretine mung alas jati
saiki oleh dikethoki
rina wengi diusungi
ra ana sing ngalang-alangi
sing saya ra dingreteni
sing jaga kok cucul klambi
lha nek ngono aku ya melu ngeli
jan-jane suta Thingkli isih wedi
nadyan sing dijupuki mung rupa thingkli
atine kerep nyela semu ngandhani
jeneng dosa
cilika mesthi nginjeti
lupute ing donya iki
ya mbesuk yen wis mati
mbuh-embuh iki suta Thingkli
bisane mung golek thingkli
weruh thingkli nglera saalas jati
tangane klawean melu njupuki
nadyan mung thingkli
asile pancen mikolehi
terkadang bisa dadi ram-raman sing edi
uga bisa dadi meja kursi utawa lemari
liyane bisa digendheli,
sesuke mesthi diparani sastranadi
kaya wit-witan alum kesiram udan
suta thingkli dadi seger dadakan
bojone saiki wis nganggo mas-masan
anak-anake yaw is pantes melu dolanan
nanging begja ora kena dipeksa
cilaka ora bakal ditungka
wengi-wengi suta Thingkli digawa polisi
jenenge kecathet minangka pangrayah jati
suta Thingkli wong cilik
lungguhe dhingklik mangane sithik
yen apik ra uman becik
yen ala kedumuk dhisik
telung dina ndhekem ing kamar tahanan
ngenteni bojone ngrucat mas-masan
suta thingkli nganti
kaya ra kuwat ambegan
mangka alas panguripane saiki
wis malih dadi lapangan
SASI SANGA SANGA PITU
thingkli kuwi arane pakang jati
kang populer keprungu ing taun
sanga pitu-an ing tlatah nggonku
AMPAK AMPAK
isih kaya nalika padha ngilo kaca
wewangunan maneka warna mung seklepasan
dene mawar kang kok gambar ing buku-buku kuna
tansah seger mecaki dalan-dalan kauripan
apa iki mung pupur
jalaran putiha dikaya ngapa kahanan sayekti lumpur
lan wis kang wus kadhung tumama
ngregem panguwasa telenging palimengan
nandur prahara nyebar pepati
cengkoronging lemah-lemah iki
wus kadayan pageblug
saka letheging reka culika amemba
srengenge nyunar padinan
kaya lawa-lawa kang nglimpe tentreming wengi
nyigar kasepen ngrokoti sempaling ati
mangkono langite wus ngampak-ampak
ireng njanges wulu gagak
adoh saka entering srengenge
mung ruwet renteng sangsaya rame
ubaling awu panas kaya naga ngelak mangsa
lali purwa lan duksina
mung gebyaring pepaes raga aluming kasukman
pating blulung nasak tatanan
pepayu kang wus densaguhi
srana antebing ati
buyar saiki dadi ampak-ampak
medhot sihing langit
medhot ilining kali
katresnan
PETUNGAN DINA ESUK
jebul kang karanti wus mili kawuri
kaya ngono wijiling panggagas lan
kuciwamu saben jumedhul srengenge ing
punthuk impen
mangka kekidungan lan kekudangan isih
panggah sumimpen werdi
banjur apa darunane esuk biyen lan saiki
pepesthen pancen dudu darbekmu
esuk lan sore mung wewayangan trep
gumantining wektu lan kahanan
mangka kabeh mubeng seser kaya gangsingan
biyen kecekel saiki kelangan lan esuke
gawe gagragan anyar
ana ngendi dununge kalanggengan lan
kamulyan sejati
dadia jati kang mesthi dumadi
kaya ngono swaranig asepi sela-selaning
dongamu
nintingi sari kawuri njumputi dina esuk
ginaris suryaning srengenge pinacak
padhang sureme ariki
nanging iman ndayani sakabehing pangarep-arep
TEGAL CENGKAR
gogroging ron cemara
nggurit tegal cengkar ing burimu
sarwa ngelak lan luwe
suket-suket garing nglinthing ati
nyidem perihe
dudu awu panas kaimpi-impi
nanging segering banyu kauripan
ngilekake werdining katrisnan
lan karukunan
ing sungapaning ati
leng-lenging kajiwan
ora ngreti apa ora pengin ngreti
jumeriting sepi ing sela-selaning
watu padhas
nggurit tegal cengkar
kanthi tetangis ngelak usada
GRENJETING KAPRACAYAN
kaya wiji aku kasebar ing lemah iki
tanpa bisa milih ngendi
tuwuhku winengku tulisan
datan aweruh regeman
sugih lan miskin
sumimpen angin
suka bendune lemah
wus wutah tinitah
mung dayaning kapracayan
ndayani otot-ototku
ngranggeh sari-sarining kauripan
tumetes srana kringet lan pandonga
nadyan rojah-rajeh tetatuku
ginebag ri lan watu
dakulu
dakguyu
dakgawa mlayu daksidhem kenceng
papa sudraku
daktintingi
dakpethiki
dakgawe aji
BENER LUPUT ALA LAN BECIK
yen
bener kuwi sing ora luput
lan ala kuwi
sing ora becik
saiki
sing bener bisa luput
lan sing ala bisa becik
sing ala ditampa
sing becik ditampik
gumantung dhuwit lan cacah
dhuwit sithik bener sithik
cacah sithik becik sithik
cekake kari sapa sing muni
lan sapa sing mbiji
ya gene bener luput
ala lan becik
dhewe-dhewe
kejaba sifate dhewe
pancen ora bisa diworake
mbok menawa wis dadi jamane
manungsa gawe kraton dhewe-dhewe
nging aja nglokro
sing ora kaconggah
nunggua pambijine Gusti Allah
PARI LAN EKONOMI
saya mentes pari
saya nggenah konjeme ing bumi
saya mentes ekonomi
saya nggenah sunguting ati
GERABAH LAN TANGGA
gerabah kuwi bala pecah
yen wis kadung pecah tanpa paedah
lha yen tangga
tangga kuwi sadulur celak
yen wis kadhung celak
wani neranyak
lha kok ngono kuwi
ya mbuh kuwi
WEK WEK WEK
wek wek wek
bebek siji wek
bebek loro wek wek
bebex telu wek wek wek
aku seneng
bebek-bebekku saiki
wis pinter wek wek wek
kabeh dha muni wek wek wek
ora ana sing pethok pethok
WOT
jare wakul
kok dandang
jare konthul
kok dhandhang
(sore dele esuk tempe
ya gene apa ra is jamane)
wong ngalah klumah
wong jujur ajur
wong adil mbrindhil
wong bener kunyer
(kok kojah apa ra wis anjrah)
ana rina ana wengi
ana dina iki ana dina mburi
ora ana pedhoting ati
tumrap wong iman kang sejati
saiki wektune kabeh ngranti
pambiji lan teruse
ora bisa diselaki
(mula sing warang dadia bregas)
sing weruh dadia wanuh
sing ngreti dadia saya titi)
SARAPAN
mbok wis trimaa wae
kopi letheg kanggo nguntapake
rasa gela karo ngenteni
pletheking srengenge lia
(kabeh muni wis jamane
karo tata tata ngunekake bendhe
kaya kaya wis rila ing sarandune
nedya kaabdekake)
sarapan Koran merdika
karo mangan tivi njeron Negara
weteng iki rasane katutan pecahan kaca
nanging kepriye ya
wong urip kok dipeseso
aku isih seneng tela
timbang sega ususku lara
KEMMBANG
kembangku wingi sempal
jare nguwong pancen wis pesthine
aku moh takon mundhak ketriwal
dakulu dhewe rasa gelaku
nadyan pait rasane
dina iki aku nedya bali nyambangi
kembang-kembangku ing taman iki
nanging ra daknyana-nyana
atiku jebul saya nelangsa
JAMAN
kaya suarane grobag sapi kang sineret
waton mung sesisih rodhane
(nalika aku isih cilik biyen
grobag sapi rodhane nganggo wesi)
dina dina glodhagan ngantemi watu sadalan-dalan
awune kumebul nggeghana
ngiring lakun para demonstran karo ngacungake kepelan
lan gendera kaswargan
kambi muni :
wenehna bumi langitku
presis patrape wong ngoyak macan ing jaman penjajahan
sing pancen kranjingan
utawa ing jaman ngrebut bali kamardikan
sing mula pancen entek-entekan
iki jaman reformasi
ngono kandane sing ngarani
karo ngarep-arep tatanan lan tataran
urip sing saya mundhak aji
anehe sing thukul saiki
akeh wong kendel keburu wani
idu geni paribasane
sakecap muni
kobar dami sanagri
jaman iki akeh wong sengit keburu apit
apite nggaret jarit
mung jalaran werna klambi
akeh wong kang kacepit
ja kandha sapa-sapa
ra padha ja takon dosa
wong pinter gawe bebener
sing bener di unyer
benere ditaker dhewe
sing saya gawe surem
jagade diregem
mung sagegem
liyane dibogem
yen prelu digawe apem
akeh wong nyembah trekah lan krenah
temah lakune bubrah
bantene mblasah
akeh wong saguh keguh weruh tan wanuh
waton sempyuh datan mitambuh
biyuh-biyuh
akeh wong klumah jalaran pitenah
lan ora gelem nggo trah
wong mbabah sewayah-wayah
wong mati tanpa pangaji
ironis ironis
akeh wong lungguh manis
nadyan pagiris anjrah gawe tetangis
he ati he ati
buntelen tatumu nganggo kain mori
sing yekti mori
tambanana lelaramu
nganggo sabdajati
sing yekti suci
he jiwa he jiwa
biraten tangismu
nganggo donga sing segara
he raga he raga
tampanana sekabehing panandhangmu
kanthi legawa sing ndirgantara
sabisa-bisa tetepa setya ndedonga
suwunna pangapura tumrap sing wis padha lena
nyebut asmaNe kanggo nikksa sesame
aja lirwa ngabekti ing papan suci
awakmu Baiting Roh Suci
yen dipalangi sengiting ati
sidhemen sing premati
nganthi pungkase jaman iki
merga sabegja-begjane sing lali
isih begja sing eling lan ngimani
pangadilaning Gusti kang makuthani
mring titah kang tulus yekti
sarto kang njegurake geni paniksa jati
marang sok wonga kang nyebar piala
lan dhemen memateni
ya mung kuwi ngwekani jaman iki
KEKERANING AJI
kabeh iki werdi
kabeh iki ora ana sing mangkreteni
kabeh iki during mesthi
kabeh iki isih manggon ing bumi iki
kabeh iki ra wurunga bakal kabesmi
kabeh iki mung kahanan sawetara wanci
kabeh iki ora ana sing lestari
kabeh iki mung sakeplasan aweh pangaji
kabeh iki ing astaNe sing maha Gusti
kabeh iki mung pangajab adrenging ati
kabeh iki isih kudu ngliwati coba lan uji
kabeh iki mung kari ngenteni
tekane jaman sing ora bisa disumurupi
nganti kabeh iki mbesuke lagi bakal
bisa dimangreteni apa paedahe tumindak
katresnan lan kabecikan ing jagad raya
wegung sesami iki
PANGLIPUR
yen wengi-wengimu binuntel kasepen jalaran
koncatan cahyaning rembulan kang lagi ndadari
ngelingana uga yen esuk isih ana dina
padhang kanthi srengenge kang luwih gedhe
dayane kanggo nguripake bali sureming
pangangen-angen sing wis nglinthing wengi
mangkono uga manowo lemah sing kok pidak
nanchepake ri bandhil ing dlamakaning
sikilmu sarta langit cakrawalaning uripmu
siniram awu klawu temah ndadekake perihing mripatmu
aja kebacut gela sarta kesusu ngira
yen kabeh iku mau ngalamati puput curesing
pangimpenmu bab keadilan lan kamardikaning uripmu
jalaran ing jagad liya kang wus kokantebi
kanthi pracaya
sakabehe iku mau bakal bisa kok tampa
kanthi sampurna
KAMARDIKAN
kamardikan iku sega pulen jangan santen
kamardikan iku bocah cilik
ing pangkone bapa biyunge
kamardikan iku prawan pitulasan
sing lagi pisan kuwi krungu tembung katresnan
saka priya sir-sirane
kamardikan iku wohing semangka
sing dipangan ing mangsa ketiga
kamardikan iku kupu sajodho
sing lagi iber-iberan ing sela-selaning kembang
kamardikan iku banyu es
ing gorokaning wong kang lagi ngorong
kamardikan iku wulan lan lintang-lintang
ing langit wengi kang peteng lan sepi
kamardikan iku udan pisanan
sawising mangsa ketiga kang dawa
kamardikan iku angin sing midhit
sangisoring wit-witan mbregat
kamardikan iku madu asli
sing lagi tumetes saka talane
kamardikan iku manuk-manuk
sing ninggal paturon kanthi kairingan
jumedhuling srengenge padinan
kamardikan iku enak
kamardikan iku ayem tentrem
kamardika iku nengsemake
kamardikan iku seger
kamardikan iku ngresepake
kamardikan iku endah
kamardikan iku nyes lan nges
kamardikan iku luhur lan mulya
kamardikan iku nglegaake dhadha
kamardikan iku manis
kamardikan iku . . .
gorokanku muni mak cleguk
GURIT KANGGO ADHI
Daktampa saka pecahaning cahya
Rembulan tiba ana sela-selaning gegodhongan
Lagu lan swaramu serak dhimas
Apa ana kabar kang wigati
Ing ngarep iki wit jati gegrumbulane
Suket temanceping kahanan
Mangka kita kudu lumaku lan dhemen nyipati
Gambar-gambar dlamakan ngisor-ngisoring
Garis paugeran
Aja wedi dhimas
Kembang-kembang iki duwekmu
Cikben beda
Cikben urip dasaning nama
Marga tanpa beda
Kaendahan iki sasat mung pangimpen
Ngayawara
Lan Negara kita urip
Saka rupa rupaning rupa
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.48, 01 desember 1984
GURIT KANGGO ADHI II
Kanggo ngiring lumakuning dina-dina
Kanthi rembulan minangka kanca
Kanggo nitipake raga samangsa sayah
Ginelut ombakingurip kang sangsaya santer
Dakkira kita wus kelangan daya dhimas
Kabeh kaya wus katon surem
Mung kari wewayanganning rupa
Kang pating sliwer tanpa swara
Saiba sepine jagad kesrakat iki
Kaya kang wus dadi sesurupan kita
Pancen ana kaca wewatesing kahanan
Antarane impen lan kasunyatan padha dene
Adoh lan nuwuhake pisatronan
Tumrap sijine
Nging uga aja sumelang dhimas
Merga kamukten iku
Mung geguritan bungkik
Lan banget kesrakate
Ana ing jagading kautamen
Saiki ra perlu adoh
Merga tangan-tangan kita iki
Isih tetep setya
Rak dhimas isih kelingan ta
Yen panjenengane iku tansah sumadya
Ja rumangsa isin dhimas
Jalaran tumetesing luh kuwi dhewe
Tresna kang sampurna
Mula nangisa
Sajege si adhi kersa
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.21, 25 mei 1985
GURIT KANGGO ADHI III
Wus dakpasangake wulan
Lan lintang-lintang
Ing langit kasepenmu
Dhimas
Sunaranaklayan kasetyan lan kawignyan
Apadene kaprecayan
Urip iki mati
Tanpa kasangsaran
Nanging kasangsaran kuwi uga mati
Tanpa urip lan pepati
Esuk mara dipecaki
Kinanthi kidung purnaning ratri
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.43, 26 oktober 1985
GURIT KANGGO ADHI IV
Sawise udan sumilak langit katon
Putih lir salju
Nanging carita isih dawa adhiku
Isih ana prahara liya kang bakal teka
Merga ya pancen ngono kuwi
Tembanging alam donya kasunyatan urip iki
Lan mesthi
Kita ora kuwawa anyelaki
Ana kalane tangis njejuwing ati iki
Pindha wengi kang tanpa lintang
Warna ireng lan kasepen dadi kekanthine
Nanging aja pisan-pisan kandheg mung
Tumeka semono dhimas
Merga crita liya isih nunggu girang guyumu
Beda itungane angka-angka
Kang sarwa bias kaentha
Guyu lan tangis mokal kaetung wektune
Nanging kita seje sabangsane urip
Kang mung mbujung gumebyaring kadonyan
Kita ngreti sangkan paran
Malah uga tumrap sesangune
Mula kuwi tansah digedhea ing athi
Ana rina ana wengi tumraping kahanan papa iki
Semono uga garising lelakon
Kang tansah kita pecaki mung wae panjalukku adhi
Aja lali memuji
Tansaha densukuri
Sadhengah kang wus kawedhar
Lan kaparingake jroning urip iki
Menawa isih ana dina esuk
Kapacak ngareping mripat
Lan kita ana esem kanggo sangu
Nglabuhi sakabehing pangangen-angen
Becik kita jumangkah
Nadyan mung cilik
Lan kanthi mbaka sapecak
Urip dudu impen
Lan pungkasane
Kita mesthi lumaku
Luru lan luru
Nganti ketemu
Dening Bambang Edy Supriyono
Panyebar Semangat No.2, 11 januari 1986
CATETAN PUPUT TAUN
Isih ana mendung
Dhuwuring langit sepi
Kanggo ngaca
Tumindaking sesanti
Anggayuh budi utami
Nandur wiji
Karaharjaning negari
GURIT MLErIT SAKA LANgIT
Mendah jero ngawiyate
Rembulan tipis
Ndhepipis waliking mega-mega
Mendah rempu pangrasane
Klamun wus prapto
Titi mangsa lan marga wekasane
Sewu dalan mitra
Siji parane
GURIT SEPI KUMRIWIKING BANYU KALI
Iki suara angluh kumriwiking banyu kali
Ing pojok desa
Dudu memedi
Utawa tembanging setan setan wengi
kang tansah
Dumeling ana kupinging para widadari
Enering kiblat wus diencengake
Nlusup mengiwa
Tumuju papan amba gebyaring donya
Mengkono uga arum swaraning para
Ngagama
Kabeh kaya wus padha suwala
Kliwat saka dalaning swarga
Mbuh arep nyang endi maneh bakal
Digawa lunga
Banjur bakal nampa pidana apa
Jagad tuwu kebak dosa
Yen kembang-kembangin desaku
Uga wis padha alum
Katut tiba glangsaran
Ndhepani tlepong-tlepong jaran
Nanging mboh tambur telenging ati iki
Mesthi dadi sepi
TEMBANG KANGGO ADHI
Cik ben dak sanggane lelakon sedhih iki
Angger kowe tetepa ing ati
Rungakna liwat sumiliring angin wengi
Wis mesti dudu tangisku
Karang ra bakal nyimpang
Nadyan ombake rentak
Lan ana prahara ngelak
Jejegna cagaking kaprecayan
Gantungna kabeh kekarepan
Ing pundhakku isih kuwawa ngangkat
Nadyan abota nganti dikaya ngapa pisan
Lambeku tan bakal kendhat
Ngidungake tembanging kasanggupan
GURIT ING POJOK KUTHA
Dak sawang mega kang suwung
arak-arakan hawa kang tansah
nggeget
mbuntel guwayaning kutha
dadi pepetenging angkasa
gilang-gilang
mustikaning hyang kara
tinebas kilat nggennya
sumyur mawurahan
banjur kang ana
sadhuwuring gunung-gunung
timbrenging sesawangan
lan kang ana
telenging telaga
rasa ning
panjeriting jiwa aking
GURIT WENGI IKI
Selembar godhong tiba latar
Ana angin nggembuleng muser-muser
Nyawur awu
banjur
panas, panas. Raiku kebak gupak, Dimas
suda lan kandhegana. Wus cukup crita muspra
kang kok tembangake jroning impenku
mangkono jumangkahe sikil kang lumaku
binareng rasa lan atine
bocah cilik sumrinthil premen
ra ngreti kekarepane
nanging aja kuwatir, Dhimas. Kabeh iya padha
pasang, lan surut, kaya patraping segara. Mung wae pancen
kudu ana bedane, yakuwi kang diarani laku jantraning urip
mung gusti kang andarbeni
rungakna gurit wengi iki nyuwek klambuning
sepi nging dudu pakartining jim lan peri
iki swaraning ati saka gempilaning lelakon
kang tiba tangi rungokna rungakna mbok menawa esuk
enggal bakal teka nggawa crita liya
LAKU LAN KRINGETKU
menawa ana padhang kang sumelet
wes mesthi
dudu mripat lan atiku
aku ngreti
kuwi pati lan uripku
laku lan kringetku dadi werdi
cinampur esuk
tresna ing sami
DIAGRAM SEPI
gisik segara lor wutah sadhuwuring pasir
kadhang ngecipak swaraning ombak
cilik cilik kang sumanak
dadi tlapak
dadi cecongak
ngongak gomplanging simak
SOLITUDE
bali kekidungan iki rumesep
jroning wardaya
ndhepani lingsir
kang sangsaya tundha
kasiya
dimik cilik kumelip
sepi lan kalunta
KIDUNG SEPI ESUK IKI
dak sawang jumedhuling srengenge
lungkrahing pucuk gunung
ana atiku kang bengkah
jinamah mega ngaliwung
nalika banjur bali dakpecaki
dalan iki
sepi nyandhung ing watu-watu
KINTAKA JINGGA
kabur kabar kang tinulis
jroning lembayung sore iki
marang segara kang tansah kekidungan
sepi swaraning ombak
kangen rembulan
kangen lintang-lintang kang sumunar
ngedhepi ati
nanging surup sangsaya angslup
ngrenggani wewayanganing pedhut
kang luput ginrayah rambut
saiba nglangut
wanci wusanane
kang dadi wewatese
warna apa rasa
KENDHANG
serak lan garing swaraku
kendhang madyaning karingkihan
bunyak-bunyak tatuning kang awak
dhuh kabuncang-buncang
NGUNGSI SAWATARA
ing kene kepengin dakleremake jiwa
pasrah marang ombak rentaking segara
TITIPAN LARA LAPA
marang angin kang sumilir
daksuwun lega lilamu
kalamun sayah tumeko wanci
ruktinen aku klawan pamuji
GURIT KANGGO SEDULUR KULI
ING PASAR MINGGU JAKARTA
sesangganing jiwa
luwih-luwih uripmu
sapa kang bakal ngupiya, dulur
otot lan balungmu kang wus lunges
mblejeti kuliting perasaanku
nuwuhake gurit kebak klawu
kaya iki
nanging tampanana ya dulur
sakabehe peparingan iki
kanthi eklas lan padhanging ati
menawa padha pasrah
lan kumandel sihing Gusti Allah
wus mesti urip iki
dadi pamuji
JAKARTA
ra dak nyana-nyana
kutha kang endah lan bawera
jebul mung geni lan panikso
TAMAN IMPIAN JAYA ANCOL
aku nyoba ura-ura
nanging muspra lan kalunta
mripatku lara
tanganku nggrayang kang ra ana
SILHUET
rasa kangenku wus ilang
kagiles rodha-rodhaning bis
mbokmenawa uga tumetesing luhmu
mung kari awu biru kang saya nglawu
sing ana ing adohe sesawangan jembar iki
sadhela maneh terminal sepi
bakal nyeret maneh dhengkulku
sing wis saya kaku iki
lan aku ngreti
menawa kowe babar pisan wis ora ana
nalika iku
merga gigir-gigiring rodha bis
sing wengis iki mesthi bakal nggiles
rasa kangen lan pangangen-angenmu
kowe pancen wis mati
babar pisan kelangan werdi
nging aku ngreti kowe bakal bisa tangi
bali
mbuh saiki apa sesuk
aneng sepine ati
KRADENAN ANGSLUP SURUP
sayah kagoncang dawaning lelakon
kandheg saperon-peron
atiku loyo jiwaku nglokro
surup tiba ing plataraning stasiyun iki
nyupata nggembulenging sepi
nyapa teteka kaya ri bandhil nunjem ing ati
dhuh Gusti Maha Widi
Paduka pirsa gumelaring urip iki
mungguh obah osikig kahanan
kang tansah nyebar werdining wewadi
mangga kajlentrehana kula papa
plajenging pejah lan gesang kula
sayah sampun kaleremaken
oncating srengenge tuwuh raos
rempu ing batos
GURIT WINGI
wis ta yayi
singkirana wae gurit iki
ra ana bacute katresnan wingi
mung tembang resep samangsa liwat
gawe mlarat
gawe sureming panyawang mripat
gurit wingi kae
becike kok uncalake wae yayi
saka ati kang ciyut
nyang segara kang amba
lelakon iki isih dawa
kita mesthi kudu nyuwita
LEPASAN
mabura
mabura dara
gawanen critaku iki
lepasa
lepasa dara
ja pisan-pisan bali
ing langit susuhing mega
ruwaten
sakabehing panandhang
papa
LANGITE MUWUS SORE
ing teras njaba
kembang semboja kingkin
lowong atine
binarung sumiliring angin
rumesep sore-sore
langit ing kulon
katon mbranang
ngemu rasa
sakabehing panandhang
LAN
lan
watu-watu iku wis dak buwang
saiki aku
kepengin sliramu nembang
klayan gamelan
wus samesthine
galang lan dandan-dandan
kesuk lumaku
dak panjere lintang
anak putu nunggu
aku dak nggethu mesu
lan lan lan
warisan sajaman-jaman
TAUN ANYAR
ing kene patilasan
ing kene mula bukane
sakabehing gegayuhan
atiku anyar
atimu anyar
ayo negar
ngegarke layar
DINA ESUK
(bundhelan tekad)
aku kepengin
dina esuk kang padhang
isih rinengga
ayoming rasa katresnanmu
aku kepengin
dina esuk kang jembar
isih binabar jembar
urubing tekad lan kasetyanmu
aku kepengin
aku lan sliramu
kuwawa miyak
sakabehing pepalang
nglumpati ombak
nyigar jembaring segara rentak
CAMAR
camar dhewe
mobat-mabit abure
kaya kabotan sanggan
camar neneka
camaring ati gela
ngasoa sawatara
mencloka ing atiku
segara pating klompyar
PRENJAK
prenjak ngaklak
nyurung sanak
saka kadohan
lamat-lamat nyedhak
aku apa sliramu
sing lagi mertamu
eh
sliramu isih eling
aku
kelangan dlamak
SEWU LINTANG ING AWANG-AWANG
tanpa nyilep perbawane
dak gegem kenceng pangiket dhawuhe
ing ngarsa sung tuladha
ing madya mangun karsa
tut wuri handayani
dak sirame pangangen-angene
dak wiwitane tepa slirane
tuwuha ngrembaka ing bumi sutresna
gawe ayang-ayange langit sanusa bangsa
ngiket walet giliging tekad merdika
delengen mitra
sewu lintang ing awing-awang
sumunar padhang
pratandha wus gancang
lakune kang sung piwulang
kabeh iki
labuh labeting kang wus swargi
panjenengane Ki Hajar Dewantara
kang minulya
muga lestaria mulya
bangsa kang baut ngronce kembange
CLERING SUMANDHING
dudu Yogya
dudu Jakarta
ana Clering
aku sumandhing
nadyan dumunung
ndhuwuring gunung gamping
nanging tresnaku wis pilih tandhing
anaa Yogya
anaa Jakarta
atiku wis kadhung gandrung
nadyan ing gunung
napasku landhung
MARANG SAWIJINING ASMA
rembulan tumungkul
sepimu uga wungkul
dhi
sliramu arep nyang endi
rina
ketemu Durna
wengi
semampir pundhake Durga
ngasoa
nganti srengengene teka
LAKU
jumurungku
waskithaning urip
ngambah ilining banyu
sumusup mega-mega
ndedel angkasa
ngaras rembulan
ngrenda bumi
ngisep madu
lumebering catur
methik lintang
mggambar segara
ngronce kembang
ngetut lakuning srengenge
sedyaku
resep
sedhep
ngegawang
padhang
WARTA
mega-mega bakal tumenga
mangkono uga
jumangkahe sikil iki
mitra
apa sliramu wis padha pirsa
suket-suket garing
lemah-lemah nela
aweh pepeling
mukti saiki
apa ing mbenjing
TEMBANG PAKUMBARAN
sempoyonging kang nedya lelaku
mapag jumedhuling srengenge lan wulan
ngambah rungkuting dalan
sureming padinan
godhong-godhong rontog
ombak lan watu
nyoblos punjering pandulu
PEDHUT IRENG
peteng nggameng
garising cakrawala
mbuntel bumi nggeseng
suwaliking tembung merdika
LURUNG
lurunge sapa
dadi ara-ara
tan ana katresnan
rerumat jiwa
lurunge sapa
kebak sangkrah
bakal kaobong
dadi langes
MANAWA ANGINE PRAPTA
kaya lembayung kang alum
pucuking angin kang pegat nyawa
sapa kalis bebaya
menawa angine prapta
mitra
sira ana ing endi
wartane wus trawaca
sawangen rikma waja
apa wus sumadya
menawa angine prapta
mitra
sapa wae lena
mula siyaga
dimen waluya
LOWONG TENGAHING MARGA
iki lelakone sapa
sapatemon jroning kasepen
rembugan kanthi ati
endi wektu lestari
tembok-tembok kaku
nyampluk tutuk
kang saya bisu
AMUNG GODHONG
delengen kaya apa endahing pepaes
rinengga busananing kajasmanen
gilap-gilap cahyane mung sagebyaran
tinempah jawah ambyar lan kamuktene
sawangen kaya apa santosaning tuwuhan
tanpa labuh labet mung kanepson congkrah
gawe sangsaya petenging jagad kaimanan
mblasahe godhong-godhong tanpa ugeran
among godhong sliramu wus mangreteni
nanging ya gene tansah kok silep werdine
piwulang sejati engga ngelak lan luwene
suket-suket gawe sureming cahya rembulan
among godhong sawangen kaca benggala
apa kang rinancang dening manungsa
among sawatara nanging kayektene
langgeng ing salawas-lawase
SUTA THiNGLI
suta Thingkli,
tanggaku wetan kali
uripe penekan wit jati
nggantholi thingkli
diuber-uber kuwali
karo polisi hutan
sing tansah nyujanani
suta Thingkli
sebrayat pitu cacahe
saben dina nyranggap njaluk tadhahe
yen begja sega karo tempe
nanging ketela yaw is dadi padatane
ngono uripe mataun blusukan alas jati
wiwit omah-omah biyen nganti saiki
manak nem, lima keri siji mati
suta Thingkli ora ngreti reformasi
ngretine mung alas jati
saiki oleh dikethoki
rina wengi diusungi
ra ana sing ngalang-alangi
sing saya ra dingreteni
sing jaga kok cucul klambi
lha nek ngono aku ya melu ngeli
jan-jane suta Thingkli isih wedi
nadyan sing dijupuki mung rupa thingkli
atine kerep nyela semu ngandhani
jeneng dosa
cilika mesthi nginjeti
lupute ing donya iki
ya mbesuk yen wis mati
mbuh-embuh iki suta Thingkli
bisane mung golek thingkli
weruh thingkli nglera saalas jati
tangane klawean melu njupuki
nadyan mung thingkli
asile pancen mikolehi
terkadang bisa dadi ram-raman sing edi
uga bisa dadi meja kursi utawa lemari
liyane bisa digendheli,
sesuke mesthi diparani sastranadi
kaya wit-witan alum kesiram udan
suta thingkli dadi seger dadakan
bojone saiki wis nganggo mas-masan
anak-anake yaw is pantes melu dolanan
nanging begja ora kena dipeksa
cilaka ora bakal ditungka
wengi-wengi suta Thingkli digawa polisi
jenenge kecathet minangka pangrayah jati
suta Thingkli wong cilik
lungguhe dhingklik mangane sithik
yen apik ra uman becik
yen ala kedumuk dhisik
telung dina ndhekem ing kamar tahanan
ngenteni bojone ngrucat mas-masan
suta thingkli nganti
kaya ra kuwat ambegan
mangka alas panguripane saiki
wis malih dadi lapangan
SASI SANGA SANGA PITU
thingkli kuwi arane pakang jati
kang populer keprungu ing taun
sanga pitu-an ing tlatah nggonku
AMPAK AMPAK
isih kaya nalika padha ngilo kaca
wewangunan maneka warna mung seklepasan
dene mawar kang kok gambar ing buku-buku kuna
tansah seger mecaki dalan-dalan kauripan
apa iki mung pupur
jalaran putiha dikaya ngapa kahanan sayekti lumpur
lan wis kang wus kadhung tumama
ngregem panguwasa telenging palimengan
nandur prahara nyebar pepati
cengkoronging lemah-lemah iki
wus kadayan pageblug
saka letheging reka culika amemba
srengenge nyunar padinan
kaya lawa-lawa kang nglimpe tentreming wengi
nyigar kasepen ngrokoti sempaling ati
mangkono langite wus ngampak-ampak
ireng njanges wulu gagak
adoh saka entering srengenge
mung ruwet renteng sangsaya rame
ubaling awu panas kaya naga ngelak mangsa
lali purwa lan duksina
mung gebyaring pepaes raga aluming kasukman
pating blulung nasak tatanan
pepayu kang wus densaguhi
srana antebing ati
buyar saiki dadi ampak-ampak
medhot sihing langit
medhot ilining kali
katresnan
PETUNGAN DINA ESUK
jebul kang karanti wus mili kawuri
kaya ngono wijiling panggagas lan
kuciwamu saben jumedhul srengenge ing
punthuk impen
mangka kekidungan lan kekudangan isih
panggah sumimpen werdi
banjur apa darunane esuk biyen lan saiki
pepesthen pancen dudu darbekmu
esuk lan sore mung wewayangan trep
gumantining wektu lan kahanan
mangka kabeh mubeng seser kaya gangsingan
biyen kecekel saiki kelangan lan esuke
gawe gagragan anyar
ana ngendi dununge kalanggengan lan
kamulyan sejati
dadia jati kang mesthi dumadi
kaya ngono swaranig asepi sela-selaning
dongamu
nintingi sari kawuri njumputi dina esuk
ginaris suryaning srengenge pinacak
padhang sureme ariki
nanging iman ndayani sakabehing pangarep-arep
TEGAL CENGKAR
gogroging ron cemara
nggurit tegal cengkar ing burimu
sarwa ngelak lan luwe
suket-suket garing nglinthing ati
nyidem perihe
dudu awu panas kaimpi-impi
nanging segering banyu kauripan
ngilekake werdining katrisnan
lan karukunan
ing sungapaning ati
leng-lenging kajiwan
ora ngreti apa ora pengin ngreti
jumeriting sepi ing sela-selaning
watu padhas
nggurit tegal cengkar
kanthi tetangis ngelak usada
GRENJETING KAPRACAYAN
kaya wiji aku kasebar ing lemah iki
tanpa bisa milih ngendi
tuwuhku winengku tulisan
datan aweruh regeman
sugih lan miskin
sumimpen angin
suka bendune lemah
wus wutah tinitah
mung dayaning kapracayan
ndayani otot-ototku
ngranggeh sari-sarining kauripan
tumetes srana kringet lan pandonga
nadyan rojah-rajeh tetatuku
ginebag ri lan watu
dakulu
dakguyu
dakgawa mlayu daksidhem kenceng
papa sudraku
daktintingi
dakpethiki
dakgawe aji
BENER LUPUT ALA LAN BECIK
yen
bener kuwi sing ora luput
lan ala kuwi
sing ora becik
saiki
sing bener bisa luput
lan sing ala bisa becik
sing ala ditampa
sing becik ditampik
gumantung dhuwit lan cacah
dhuwit sithik bener sithik
cacah sithik becik sithik
cekake kari sapa sing muni
lan sapa sing mbiji
ya gene bener luput
ala lan becik
dhewe-dhewe
kejaba sifate dhewe
pancen ora bisa diworake
mbok menawa wis dadi jamane
manungsa gawe kraton dhewe-dhewe
nging aja nglokro
sing ora kaconggah
nunggua pambijine Gusti Allah
PARI LAN EKONOMI
saya mentes pari
saya nggenah konjeme ing bumi
saya mentes ekonomi
saya nggenah sunguting ati
GERABAH LAN TANGGA
gerabah kuwi bala pecah
yen wis kadung pecah tanpa paedah
lha yen tangga
tangga kuwi sadulur celak
yen wis kadhung celak
wani neranyak
lha kok ngono kuwi
ya mbuh kuwi
WEK WEK WEK
wek wek wek
bebek siji wek
bebek loro wek wek
bebex telu wek wek wek
aku seneng
bebek-bebekku saiki
wis pinter wek wek wek
kabeh dha muni wek wek wek
ora ana sing pethok pethok
WOT
jare wakul
kok dandang
jare konthul
kok dhandhang
(sore dele esuk tempe
ya gene apa ra is jamane)
wong ngalah klumah
wong jujur ajur
wong adil mbrindhil
wong bener kunyer
(kok kojah apa ra wis anjrah)
ana rina ana wengi
ana dina iki ana dina mburi
ora ana pedhoting ati
tumrap wong iman kang sejati
saiki wektune kabeh ngranti
pambiji lan teruse
ora bisa diselaki
(mula sing warang dadia bregas)
sing weruh dadia wanuh
sing ngreti dadia saya titi)
SARAPAN
mbok wis trimaa wae
kopi letheg kanggo nguntapake
rasa gela karo ngenteni
pletheking srengenge lia
(kabeh muni wis jamane
karo tata tata ngunekake bendhe
kaya kaya wis rila ing sarandune
nedya kaabdekake)
sarapan Koran merdika
karo mangan tivi njeron Negara
weteng iki rasane katutan pecahan kaca
nanging kepriye ya
wong urip kok dipeseso
aku isih seneng tela
timbang sega ususku lara
KEMMBANG
kembangku wingi sempal
jare nguwong pancen wis pesthine
aku moh takon mundhak ketriwal
dakulu dhewe rasa gelaku
nadyan pait rasane
dina iki aku nedya bali nyambangi
kembang-kembangku ing taman iki
nanging ra daknyana-nyana
atiku jebul saya nelangsa
JAMAN
kaya suarane grobag sapi kang sineret
waton mung sesisih rodhane
(nalika aku isih cilik biyen
grobag sapi rodhane nganggo wesi)
dina dina glodhagan ngantemi watu sadalan-dalan
awune kumebul nggeghana
ngiring lakun para demonstran karo ngacungake kepelan
lan gendera kaswargan
kambi muni :
wenehna bumi langitku
presis patrape wong ngoyak macan ing jaman penjajahan
sing pancen kranjingan
utawa ing jaman ngrebut bali kamardikan
sing mula pancen entek-entekan
iki jaman reformasi
ngono kandane sing ngarani
karo ngarep-arep tatanan lan tataran
urip sing saya mundhak aji
anehe sing thukul saiki
akeh wong kendel keburu wani
idu geni paribasane
sakecap muni
kobar dami sanagri
jaman iki akeh wong sengit keburu apit
apite nggaret jarit
mung jalaran werna klambi
akeh wong kang kacepit
ja kandha sapa-sapa
ra padha ja takon dosa
wong pinter gawe bebener
sing bener di unyer
benere ditaker dhewe
sing saya gawe surem
jagade diregem
mung sagegem
liyane dibogem
yen prelu digawe apem
akeh wong nyembah trekah lan krenah
temah lakune bubrah
bantene mblasah
akeh wong saguh keguh weruh tan wanuh
waton sempyuh datan mitambuh
biyuh-biyuh
akeh wong klumah jalaran pitenah
lan ora gelem nggo trah
wong mbabah sewayah-wayah
wong mati tanpa pangaji
ironis ironis
akeh wong lungguh manis
nadyan pagiris anjrah gawe tetangis
he ati he ati
buntelen tatumu nganggo kain mori
sing yekti mori
tambanana lelaramu
nganggo sabdajati
sing yekti suci
he jiwa he jiwa
biraten tangismu
nganggo donga sing segara
he raga he raga
tampanana sekabehing panandhangmu
kanthi legawa sing ndirgantara
sabisa-bisa tetepa setya ndedonga
suwunna pangapura tumrap sing wis padha lena
nyebut asmaNe kanggo nikksa sesame
aja lirwa ngabekti ing papan suci
awakmu Baiting Roh Suci
yen dipalangi sengiting ati
sidhemen sing premati
nganthi pungkase jaman iki
merga sabegja-begjane sing lali
isih begja sing eling lan ngimani
pangadilaning Gusti kang makuthani
mring titah kang tulus yekti
sarto kang njegurake geni paniksa jati
marang sok wonga kang nyebar piala
lan dhemen memateni
ya mung kuwi ngwekani jaman iki
KEKERANING AJI
kabeh iki werdi
kabeh iki ora ana sing mangkreteni
kabeh iki during mesthi
kabeh iki isih manggon ing bumi iki
kabeh iki ra wurunga bakal kabesmi
kabeh iki mung kahanan sawetara wanci
kabeh iki ora ana sing lestari
kabeh iki mung sakeplasan aweh pangaji
kabeh iki ing astaNe sing maha Gusti
kabeh iki mung pangajab adrenging ati
kabeh iki isih kudu ngliwati coba lan uji
kabeh iki mung kari ngenteni
tekane jaman sing ora bisa disumurupi
nganti kabeh iki mbesuke lagi bakal
bisa dimangreteni apa paedahe tumindak
katresnan lan kabecikan ing jagad raya
wegung sesami iki
PANGLIPUR
yen wengi-wengimu binuntel kasepen jalaran
koncatan cahyaning rembulan kang lagi ndadari
ngelingana uga yen esuk isih ana dina
padhang kanthi srengenge kang luwih gedhe
dayane kanggo nguripake bali sureming
pangangen-angen sing wis nglinthing wengi
mangkono uga manowo lemah sing kok pidak
nanchepake ri bandhil ing dlamakaning
sikilmu sarta langit cakrawalaning uripmu
siniram awu klawu temah ndadekake perihing mripatmu
aja kebacut gela sarta kesusu ngira
yen kabeh iku mau ngalamati puput curesing
pangimpenmu bab keadilan lan kamardikaning uripmu
jalaran ing jagad liya kang wus kokantebi
kanthi pracaya
sakabehe iku mau bakal bisa kok tampa
kanthi sampurna
KAMARDIKAN
kamardikan iku sega pulen jangan santen
kamardikan iku bocah cilik
ing pangkone bapa biyunge
kamardikan iku prawan pitulasan
sing lagi pisan kuwi krungu tembung katresnan
saka priya sir-sirane
kamardikan iku wohing semangka
sing dipangan ing mangsa ketiga
kamardikan iku kupu sajodho
sing lagi iber-iberan ing sela-selaning kembang
kamardikan iku banyu es
ing gorokaning wong kang lagi ngorong
kamardikan iku wulan lan lintang-lintang
ing langit wengi kang peteng lan sepi
kamardikan iku udan pisanan
sawising mangsa ketiga kang dawa
kamardikan iku angin sing midhit
sangisoring wit-witan mbregat
kamardikan iku madu asli
sing lagi tumetes saka talane
kamardikan iku manuk-manuk
sing ninggal paturon kanthi kairingan
jumedhuling srengenge padinan
kamardikan iku enak
kamardikan iku ayem tentrem
kamardika iku nengsemake
kamardikan iku seger
kamardikan iku ngresepake
kamardikan iku endah
kamardikan iku nyes lan nges
kamardikan iku luhur lan mulya
kamardikan iku nglegaake dhadha
kamardikan iku manis
kamardikan iku . . .
gorokanku muni mak cleguk
Langganan:
Postingan (Atom)