Jumat, 25 Desember 2009

sajak sajak religius

MEMANDANG GETSEMANE

Cawan berisi anggur asam itu telah kau jejalkan ke mulutku tanpa pilihan. Telah pula kau tikam domba-dombaku tepat pada saat beban kantuk dan keletihan tak lagi dapat ditahan-tahan. Kini mengalir darah merah-putih dari luka doaku. Sebagian menguap ke langit, sebagian lagi menyelam ke bumi. Terbelah langitku terbelah bumiku. Semalam mengucur kasih dari tetesan waktu yang menelanjangi kegelisahan-kegelisahan, rasa menggigil dan ketakutan-ketakutan. Sebuah rumah telah tegak berdiri. Di atas batu kemesiasan. Seorang lelaki memikul bebannya sendiri. Dan sebelum fajar nanti, kau akan menciumku dengan kemanisan ragi farisi, tapi aku tak mau perduli. Sebab aku telah menjadi diriku sendiri. Kau akan segera berunding untuk membuat sebuah pesta bagi kematianku. Dan selamanya kau akan terpaku. Getsemane menjadi saksi bisuku. Batu-batu, rumput-rumput dan tetesan-tetesan embun menghidupkan kesaksian diamku. Menghidupkan doa-doaku.


MEMANDANG GOLGOTA

Golgota adalah puncak kudeta rohanimu. Kau siapkan sebuah salib untuk memaku kaki dan tanganku. Tombak romawi dan hukum keyahudian mengesahkan kebiadaban dan penghianatan. Engkaupun menebar undi untuk membagi-bagi jubah kumalku. Tanpa malu-malu kau tabur bisa ular ke udara. Hingga sepenuhnya aku menjadi sampah yang terkutuk. Hari itu, sungguh golgota menjadi puncak bagi kemenanganmu. Tapi aku tak cemburu. Aku bangga dengan darah lukaku. Di bawah salib itu kudirikan rumah iman dan masa depan. Biarpun sunyi dan penuh duri.


DARAH PENEBUSAN

Golgota merekam keberingasan dan pengkhianatan. Di sini kebenaran dipakukan dan darah domba jantan dituangkan. Uang suap dan permainan hukum telah selesai disepakati bersama. Kini tinggal kontradiksi bumi langit saling menuduh di kesenyapan sendiri-sendiri. Tak ada lagi waktu untuk sembunyi. Salib itu telah membuka luka-luka dan melempar batu kebusukan ke segala penjuru. Dan darah itu, darah yang disarikan dari penyerapan torat dan nilai-nilai yahudi tapi karena benci kemudian dikhianati. Mau tak mau telah menjadi cermin penginsyafan dan titik tolak pengharapan. Sebuah jalan telah terbuka untuk hidup. Suka atau tidak.



BATU PENJURU

Lewat torat tersingkap dosa. Israel tenggelam dalam mimpi mesianisnya yang tak kunjung tiba. Ketika tiang salib didirikan di Golgota, dan dengan demikian telah diakhiri perseteruan langit bumi. Yerusalem tetap saja menghianati diri sendiri dengan bersembunyi di balik potongan potongan torat yang dikemasnya bersama adat yahudi. Tapi biarpun disampah-laknatkan sebagai kutuk torat. Salib tetap tegak berdiri di tengah-tengah pusat dunia. Menjadi batu penjuru untuk sebuah arah dan langkah baru.



FONDASI

Selamanya Israel hanya menjadi pengembara iman yang melupakan induk sejarahnya. Rumah impian itu telah lama kosong oleh khianat-khianat dan perjinahan-perjinahan. Pada saatnya kelak mereka akan pulang dengan tangan hampa. Dan berhubung rumah lama yang dibangun dari reruntuhan torat dan adat, karena waktu meleleh, ma ka mereka harus puas dengan hanya beralaskan bumi yang kering dan langit yang tandus. Dan lebih menyedihkan lagi. Karena kebodohan dan kebebalan mereka sendiri. Para tukang yahudi telah membuat batu penjuru yang justru oleh harapan mesianis dibayangkan menjadi fondasi bagi tegak berdirinya Israel baru. Di sinilah letak kesalahpahaman yang fatal itu. Israel tetap berada di persimpangan jalan. Memutus tali sejarah dan lebih suka tidur tanpa rumah. Kini kedatangan messias yang mereka impikan siang malam menjadi kenyataan. Tapi tukang-tukang itu telah membuangnya. Ya, messias telah datang tapi tukang-tukang telah membuangnya.


PASKAH SEBUAH TANTANGAN

Paskah perjanjian baru senantiasa bertolak pada pemikiran : sejarah pembebasan dan pembebasan sejarah. Mesir bukan saja kekelaman yang harus ditebus dengan harga mahal. Tapi Israel memang belum pernah punya kesiapan untuk menjadi diri sendiri. Hingga di gurun yang sepi itu, semua akar harus dibakar. Sebagai pilihan, mereka harus hidup dan berada dalam sejarahnya sendiri. Tapi entah kenapa, kenyataan mereka harus menyangkali perjanjiannya sendiri.Di sinilah agaknya pergumulan itu, yang senantiasa akan menjadi penting. Ketika gandum yang benar-benar bernas harus dipisahkan dari rumput-rumput atau ilalang yang tak berguna. Paskah berarti dilalui. Sejarah siapa? Sejarah mana? Israel hanyalah tonggak dan setelah itu tak punya lagi apa-apa. Dan sebagai pengembara yang buta, mereka hanya akan mendapatkan segumpal bayangan sepi dari harapan mesianisnya yang kosong. Roti yang lezatpun telah mereka buang untuk anjing-anjing terkutuk. Siapakah anjing-anjing yang terkutuk itu? Bukankah mereka adalah tangan-tangan sejarah yang baru saja dibentuk lewat darah paskah perjanjian baru? Semula kita memang tak pernah masuk dalam hitungan sejarah itu. Tapi paku salib dan darah penebusan sungguh-sungguh telah melayakkan kita untuk membangun kembali Israel non sejarah dengan sejarah yang sama sekali baru. Mesir dan Babil hanyalah bayangan kelam dari sejarah kehidupan kita sendiri. Dan paskah menantang kita untuk memilih : diam atau melebur dalam sejarah menjadi bagiannya. Darah paskah menjanjikan pemurnian sejarah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar